Warga Kelurahan Rawang Kota Padang membereskan perabotnya karena rumahnya terendam banjir semalaman. Foto oleh Jaka HB.

Pembangunan Kota Padang Tak Selaras dengan Drainase dan Sungai, Warga Menderita Banjir Kala Hujan Lebih dari Satu Jam

 

Pertengahan Juli lalu Kota Padang dihantam badai. Hujan sehari semalam merendam 22 titik dan membanjiri daerah yang sebelumnya jarang terdampak. Video-video penderitaan warga kota berseliweran. Mereka seperti merayakan duka, mulai dari berenang, berperahu di tengah kota dan berselancar.

Tanggal 14 Juli itu menjadi bencana bagi Yuda. Pria 32 tahun ini tinggal di Kompleks PGRI kawasan Belimbing. Rumahnya terendam setinggi kurang lebih 30 centi meter. Buku-buku, karpet hingga kasur pun basah. 

Rumah Yuda berdiri sejak 1996. Pada medio 2000-an pemukiman-pemukiman menjamur. Posisi lahannya lebih tinggi. Tak jarang rumah yang berdiri di atas aliran sungai. Tentu saja ujung sungai semakin mengecil karena pembangunan itu. Dampaknya semakin terasa sejak 2010. “Banjir kemarin yang terparah,” kata lulusan sekolah musik ini.

Saya berkunjung ke rumahnya keesokan harinya. Tepat di samping rumah Yuda terdapat sungai kecil yang dulunya mengalirkan air ke sawah- sawah terdekat. Hanya saja sekarang sungai itu sudah tertutupi 2 rumah. Ya, dua rumah tersebut dibangun tepat di atas sungai yang berfungsi sebagai drainase alam. 

Salah satu sungai alam yang menyempit karena pembangunan. Foto oleh Je Wanggay.
Salah satu sungai alam yang menyempit karena pembangunan. Foto oleh Je Wanggay.
Salah satu sungai alam di Kota Padang yang menyempit karena pembangunan. Foto oleh Je Wanggay.
Salah satu sungai alam di Kota Padang yang menyempit karena pembangunan. Foto oleh Je Wanggay.

Pembangunan dan Drainase Tak Selaras

Selain Yuda, saya bertemu Hendra (82). Keluarga dan tetangganya yang tinggal di Perumdak Kurao juga terdampak banjir. Daerah itu memang dekat dengan Batang Kurao sehingga sudah menjadi langganan banjir sejak dulu. Mereka juga masih menyimpan kenangan banjir di tahun 1986.

Hendra bercerita soal banjir yang memang berkurang semenjak adanya proyek Pengendalian Banjir Area Padang pada 1998. Hanya saja semakin ke sini, selokan atau aliran air semakin sedikit karena maraknya pembangunan pemukiman. Menurutnya sekarang sudah ada pembuatan drainase, hanya saja lahan perumahan warga menjadi kendala; ada yang terlalu mendekati jalan ada juga yang menutup aliran air di depan rumah mereka.

Rumah Hendra merupakan rumah yang termasuk tinggi di lingkungan tempat tinggalnya. Jadi, ketika hujan dan rumahnya mulai masuk luapan air mungkin rumah tetangganya sudah selutut bahkan semakin mendekat ke arah sungai semakin tinggi terendam. Aat (38), menantu Hendra, juga ikut menceritakan kemalangan tetangga mereka.

Saat banjir banyak tetangganya yang saling mengingatkan dan berteriak soal banjir karena saat itu dini hari. Opi yang sedang pulang kampung dan rumahnya terendam banjir jadi kesusahan, basah kasur, karpet, kursi dan pakaian yang letaknya rendah sehingga terendam air. Opi pun segera kembali ke Padang dan membersihkan rumahnya beberapa barang dijemur dan beberapa lagi dibuang seperti; kasur dan karpet kain. 

Hendra sangat menyayangkan musibah ini, berapa tetangganya terpaksa  membuang kasur dan beberapa pakaian mereka yang terendam banjir karena kesulitan membersihkan. Kegiatan beribadah menjadi terganggu apa lagi hari itu Jumat, Masjid di lingkungan mereka tidak dapat digunakan untuk salat Jumat.

Sementara itu, masyarakat di daerah Tarandam, Kecamatan Padang Timur tidak mengira daerah mereka kembali dilanda banjir setelah sekian lama aman dari musibah tersebut. Hal itu antara lain diceritakan oleh Tures, seorang warga Tarandam.

Rumah, Kafe dan Peralatan Terendam Air

Pada malam hari Sabtu 15 Juli 2023, Tures terlihat sedikit lelah kala datang ke kolektif musik Menace Space, Tarandam. Suaranya lebih pelan daripada biasanya. Tapi nyala matanya tetap memunculkan semangat untuk tampil memainkan gitar untuk band hardcore yang ia gawangi pada acara malam minggu itu,

“Rumah awak kebanjiran. Sampai setinggi dada kemarin. Kami baru habis beres-beres,” kisahnya. Air di lingkungan rumahnya baru menyusut sekitar pukul 11 siang, Jumat 14 Juli. Ia beserta keluarga dan tetangganya terpaksa begadang, tidak tahu harus tidur di mana.

Kemudian ia bersama keluarganya banyak menghabiskan waktu untuk menata kembali barang-barang dan perabotan yang sebelumnya dinaikkan ke atas lemari. Apa lagi anak band seperti dirinya, gitar elektrik beserta perangkat pelengkapnya harus tetap ia pertahankan dari genangan air. “Supaya tidak nyetrum ketika dipakai,” ungkapnya sembari nyengir.

Pemuda 20-an tahun itu tinggal tidak jauh dari rel kereta api, hanya hitungan meter. Untuk ke jalan raya pun hanya butuh waktu kurang dari 5 menit berjalan kaki. Lingkungan rumahnya memang tergolong dataran rendah, namun ia tidak menyangka akan kebanjiran sedalam itu.

“Namanya saja yang Tarandam, tapi di sini tidak biasa kebanjiran,” ungkap Tures. Ia bahkan menyebut banjir terakhir kali ia alami pada sekitar tahun 2017 atau 2018, itu pun hanya setinggi lutut atau paha. Sehingga musibah yang ia alami pada pertengahan Juli tahun ini benar-benar tidak terantisipasi. “Ada rumah orang di kawasan Tarandam ini yang terendam sampai hamper menyentuh atap, posisi tanahnya memang lebih rendah,” kata dia.

Tarandam secara umum memang terendam pada malam dengan hujan ekstrim itu. Tak terkecuali tempat Tures akan manggung yaitu Menace Space yang berjarak hanya ratusan meter dari rumahnya. Kendati pada malam minggu 15 Juli 2023 akan diadakan gig band-band underground, sisa-sisa genangan air tampak masih membekas di lokasi yang punya studio band dan arena skateboard itu.

Rengga salah satu pengelola Menace Space bercerita betapa terkejutnya ia mendapati air sudah menjajah studio tempat ia tertidur. “Untung kita punya panggung, sound system dan barang-barang lain langsung kita selamatkan ke sana,” ungkapnya. Sebelumnya bunyi hujan mengantarkannya tertidur pulas. Ia juga tidak menyangka genangan air akan menyambangi studio.

“Orang tua saya bercerita, dulu Tarandam ini memang rawa-rawa. Makanya namanya Tarandam. Tapi sudah lama tidak ada banjir seperti kemarin,” ujar pria yang gemar memakai topi tersebut. Untung saja ia bersama rekan-rekannya masih sempat menyelamatkan asset-aset studio untuk kemudian menyiapkan helatan musik di lokasi yang masih lembab tersebut.

Titik-Titik Banjir

Setidaknya BPBD mencatatkan banjir terjadi di 6 dari 11 Kecamatan di Kota Padang menyusul cuaca ekstrem pada 14 Juli 2023, antara lain Kecamatan Nanggalo, Padang Selatan, Padang Utara, Padang Timur, Padang Barat, dan Koto Tangah. Ketinggian air tercatat hingga mencapai sekitar 100 m, tepatnya di Jalan Raya Jondul Rawang, Kecamatan Padang Selatan dan di Jalan Jati Rawang Kelurahan Jati.

Selain itu di Perumahan Griya Kubu Utama Kelurahan Tabing Banda Gadang ketinggian air terdata mencapai sekitar 60 cm. Sedangkan di Jalan Kampung Nias 1 Kelurahan Ranah Parak Rumbio, jalan di depan SDN 03 Alai Kelurahan Alai Parak Kopi dan kawasan Gantiang Parak Gadang RW 06 ketinggian air mencapai sekitar 50 cm. Puluhan titik lainnya di Kota Padang juga terendam banjir dengan ketinggian air bervariasi.

Selain bencana banjir, longsor juga terjadi menyusul cuaca ekstrim di jalan baru menuju Pantai Aia Manih dan di Bukit Gado-Gado. Akibat longsor, 2 orang tercatat meninggal dunia. Sementara pohon tumbang di Jalan Raya By Pass Kelurahan Sungai Sapih Kecamatan Kuranji hingga mengganggu lalu lintas. Bahkan longsor membuat beberapa jenazah terbawa keluar dari liangnya dan warga butuh dua hari untuk memastikan jenazah kembali ke liangnya. Ada yang dikubur massal dan ada yang dikubur sendirian jika masih dikenali.

 

Penulis: Putri ‘Je’ Wanggay, Daffa Benny

Editor: Jaka HB

Dukung kami untuk menghadirkan cerita, dan liputan yang mendalam terkait yang terpinggirkan.

 

Silahkan klik tautan dibawah ini.