‘Dune’ adalah Satire Politik Tentang Sosok yang Dianggap Harapan Berubah Jadi Gila Kekuasaan

 

Oleh: A. Muawal Hasan

 

 

Film Dune (2021) dan yang terbaru Dune: Part Two (2024) diangkat dari novel karya Frank Herbert. Semesta fiksinya menampilkan masa depan yang amat jauh, yang sudah amat canggih, sehingga orang-orang bisa bepergian ke luar angkasa. 

 

Ceritanya amat epik. Tiap planet dikuasai “house” yang mengatur dirinya lewat sistem klan. Agar lebih gampang dibayangkan, teman saya secara brilian menyimpulkan dunia dalam Dune adalah Star Wars tapi versi Timur Tengah.

 

Film ini menampilkan banyak karakter dengan latar, kekuatan, serta motivasi yang berbeda-beda. Namun kali ini kita akan fokus ke Paul Atreides (diperankan Timothee Chalamet).

 

Paul adalah anak pemimpin House of Atreides dan penguasa planet Caladan, Leto Atreides. Dalam film Dune (2021), Paul dan keluarganya diceritakan pindah ke Arrakis sebagai penguasa baru. Arrakis adalah planet yang isinya cuma gurun pasir. Namun, di antara pasir-pasir itu, terdapat rempah malange yang berkhasiat meningkatkan vitalitas, memanjangkan umur, serta menavigasi perjalanan luar angkasa secara lebih akurat.

 

Melange otomatis membuat Arrakis sebagai planet rebutan. Contohnya, tak lama setelah Paul dan keluarganya tinggal di ibukota Arrakeen, mereka diserang oleh musuh bebuyutan yakni House Harkonnen. House Harkonnen menang. Mereka membantai House Atreides–kecuali Paul dan ibunya, yang berhasil kabur lalu bertahan hidup di antara kaum Fremen.

 

Kaum Fremen adalah orang-orang asli Arrakis. Mereka tinggal di gurun-gurun. Sesuai namanya, mereka adalah orang-orang yang bebas. Secara sosial mereka lebih egaliter. Jumlahnya juga cukup banyak. Namun selama ini mereka tersingkir karena Arrakis selalu dikuasai oleh pihak-pihak dari luar planet.

 

Nah, yang menarik adalah kaum Fremen percaya akan ramalan tentang sosok mesias yang berasal dari luar Arrakis. Dan seorang tetua meyakini, Paul lah yang akan menjadi juru selamat itu.

 

Mesias Palsu?

 

Konsep “messiah” berkembang di banyak kebudayaan, terutama dalam komunitas yang menganut agama-agama Abrahamik. Sosok ini dipandang sebagai pembebas kelompok yang tertindas. 

 

Seorang (calon) mesias biasanya memiliki tanda-tanda yang khas sejak ia lahir. Ini karena ke-mesias-annya sudah menjadi takdir atau sudah dari sananya. Lalu, saat dewasa, ia akan menunjukkan mukjizat yang menjadi senjata bagi gerakan pembebasan orang-orang yang tertindas.

 

Sejak Dune (2021), Paul digambarkan sering mengalami mimpi-mimpi aneh. Kelak Paul paham, mimpi ini adalah visi masa depan. Apalagi setelah ia hidup bersama kaum Fremen, paparan melange membuat visi itu terlihat semakin jelas. 

 

Paul kemudian menjalin hubungan asmara dengan seorang perempuan Fremen bernama Chani (diperankan oleh Zendaya). Ia juga lambat-laun menunjukkan bukti ke-mesias-annya.

 

Misalnya dalam usaha pemberontakan melawan Harkonnen. Paul menunjukkan kemampuan berstrategi dan berkelahi secara mumpuni. Yang paling epik tentu ketika Paul sukses menunggangi cacing gurun raksasa (sandworm). Prestasi-prestasi ini membuat Paul diberi nama baru: Muad’Dib Usul. Ia bahkan berkali-kali dipanggil Lisan al Gaib–julukan bagi mesias dalam kepercayaan Fremen. 

 

Chani adalah karakter yang menarik. Dia sesungguhnya tidak percaya ramalan mesias. Jadi, dia mencintai Paul, tapi juga menjaga sikap skeptis. Apakah Paul benar-benar peduli terhadap perjuangan rakyat Fremen? Atau sebenarnya ia hanya menggunakan Fremen untuk membalas dendam sekaligus meraih kekuasaan?

 

Jawabannya terungkap setelah Paul sukses menyatukan kaum Fremen lalu memimpin peperangan melawan House Harkonnen. Paul menang. Dendamnya terbalas. Tapi sorot matanya berubah. 

 

Kaisar Shaddam IV, salah satu pihak yang ia kalahkan, terpaksa mencium tangannya. Paul, masih di hadapan orang-orang, termasuk Chani, lalu mengumumkan rencana menikahi putri kaisar. Ini tentu saja perkawinan politik.

 

Chani yang patah hati kemudian memutuskan untuk pergi.

 

Bahaya Mengkultuskan Sosok

 

Pengkhianatan Paul tidak hanya kepada Chani, tapi juga pada janji untuk tidak terlena pada kekuasaan. Sutradara film Dune, Denis Villeneuve, berkata pada Entertainment Weekly bahwa karakter Chani difungsikan sebagai “a critique of power”. Sebuah kritik terhadap kekuasaan. 

 

Denis mengatakan, Frank Herbert seringkali kecewa atas persepsi orang-orang terhadap Paul. Paul dipandang tak ubahnya pahlawan dalam film-film Hollywood. Padahal, Dune adalah kisah peringatan terhadap sosok kharismatik yang dikultuskan.

 

Saking kecewanya, dan agar orang-orang bisa berpikir jernih, Frank menulis sekuel novel Dune dengan judul Dune Messiah. Di novel ini, Paul tidak lagi menjadi pahlawan. Ia menjadi kaisar yang lalim. Paul bukan lagi pembela rakyat, tapi pemimpin yang lupa daratan saat mulai mencicipi kekuasaan.

 

Pada akhirnya Dune bukan sekadar produk pop-culture yang menjual elemen action. Dune adalah edukasi agar kita lebih bijak dalam memandang politik serta sosok yang aktif dunia politik. 

 

Siapkan Ruang Kecewa untuk Setiap New Hope

 

Saat menonton Dune Part Two di bioskop, jujur saya kepikiran satu sosok yang dekat dengan kita semua. Kita pernah menaruh cita-cita yang besar saat ia pertama kali muncul. Ia kita anggap sebagai antitesa dari politisi kebanyakan yang terlalu sering mengecewakan.

 

Konon, sosok ini benar-benar merakyat. Artinya, dia tidak sedang melakukan pencitraan. Misalnya, penampilannya yang apa adanya ya karena dia berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja. Dia fokus bekerja, bekerja, dan bekerja.

 

Pesta demokrasi membuatnya mampu menapaki tangga kekuasaan hingga ke titik puncak. Namun, saat sudah di puncak, status “merakyat” itu berangsur-angsur pupus. Pasalnya, dia mengeluarkan serta mendukung kebijakan-kebijakan yang tidak pro-rakyat. Entah yang berimbas pada pelemahan lembaga anti-rasuah, atau yang merugikan golongan pekerja. 

 

Ia menjauh dari label yang dulu orang-orang sematkan: harapan baru. A new hope. Kini ia dikenal sebagai sosok yang berbeda antara pernyataan dengan kenyataan. Politisi yang ikut sibuk membangun dinasti, dan ujung-ujungnya meng-endorse sosok dengan masa lalu yang kelam.

 

Sosok ini konon menginginkan kekuasaan hingga tiga periode. Untungnya keinginan itu tidak terwujud. Bagi saya, yang lebih membutuhkan periode ketiga adalah rencana Denis untuk membuat film ketiga Dune yang diangkat dari novel Dune Messiah

 

Saya duga tujuannya agar kita semakin sadar: mengkultuskan sosok adalah tindakan yang berbahaya. Dan dalam urusan politik, selalu siapkan ruang untuk kecewa.



 

BACA JUGA: MENJADI BAPAK RUMAH TANGGA ITU BIASA SAJA

Dukung kami untuk menghadirkan cerita, dan liputan yang mendalam terkait yang terpinggirkan.

 

Silahkan klik tautan dibawah ini.