Makam Mohammad Yamin di Desa Talawi Kota Sawahlunto Sumatera Barat/roehanaproject.com/Jaka HB

Realitas Masyarakat Kapitalisme dalam Kemiskinan di Sumatera Barat, Revitalisasi Peran Perantau [Bagian II]

 

Oleh: Virtuous Setyaka*

 

Sumatra Barat pernah menjadi salah satu provinsi dengan pemerataan pendapatan masyarakat tertinggi di Indonesia diukur dari rasio gini. Ini menggambarkan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk berdasarkan kelas pendapatan. 

Pemerintah Belajar Percepatan Pengentasan Kemiskinan ke Jawa Tengah, Efektifkah?

Pada tahun yang sama Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah membawa sejumlah jajarannya, datang ke Jawa Tengah dan belajar terkait percepatan pengentasan kemiskinan. Kesuksesan Jawa Tengah menurunkan angka kemiskinan dengan program-program unggulan, menarik perhatian Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. 

Rombongan Gubernur Sumatera Barat ditemui Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, di Grhadhika Bhakti Praja yang menyampaikan bahwa persoalan kemiskinan menjadi momok setiap kepala daerah selama pandemi, pengentasan kemiskinan digenjot dengan berbagai program. Di antaranya rehabilitasi rumah tidak layak huni, penyediaan fasilitas air bersih, jamban, listrik, dan lainnya. Tidak bisa hanya menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), maka mengoptimalkan Corporate Social Responsibility (CSR),  zakat nasional yang dikelola Badan Amil Zakat Nasonal (Baznas), serta filantropi. Pemprov Jateng mewajibkan satu OPD mendampingi satu desa binaan dan menyelesaikan kemiskinan di sana (jatengprov.go.id, 2022). 

Awal April 2023, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Republik Indonesia, Muhadjir Effendy meminta kepada seluruh bupati/wali kota di wilayah Sumatera Barat untuk menggunakan seluruh sumber daya yang ada dalam mengeroyok permasalahan stunting dan kemiskinan ekstrem pada masing-masing wilayahnya. 

Hal itu dilakukan saat Kegiatan Roadshow Dialog Penanganan Stunting dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem secara daring. Seri roadshow ke-30 itu dihadiri Gubernur Mahyeldi Ansharullah beserta wakilnya, serta pimpinan 19 kabupaten/kota se-Sumbar. Wakil Gubernur Sumatera Barat Audy Joinaldy menyebut masalah stunting dan kemiskinan ekstrem tinggi di wilayah-wilayah sentra sawit (kemenkopmk.go.id, 2023).

Daerah termiskin di Provinsi Sumatera Barat adalah Kabupaten Mentawai (13,97%), Kabupaten Pesisir Selatan (7,11%), Kabupaten Solok (7,12%), Kabupaten Sijunjung (6,00%), Kabupaten Tanah Datar (4,26%) (economy.okezone.com, 2023).

 

Ada selisih Pendapatan Per Kapita Cukup Jauh antara Provinsi dan Kabupaten

Data tahun 2010, rasio gini Sumbar tercatat 0,325. Maret 2017, angkanya sedikit lebih tinggi yakni 0,318 (news.republika.co.id, 2018). 

Namun pertumbuhan ekonomi negatif di Sumatera Barat pada tahun 2020 menandakan tidak tercapainya pertumbuhan. Pendapatan perk apita tertinggi Kota Padang Panjang 49,95 juta rupiah dan pendapatan perkapita terendah Kabupaten Pesisir Selatan 18,78 juta rupiah.

Kondisi ini menunjukan adanya selisih cukup jauh dari kedua wilayah. Selain itu masih terdapat kabupaten yang memiliki pendapatan perkapita di bawah provinsi. 

Selisih yang jauh ini menandakan adanya ketimpangan. Pembiaran dari kondisi ini akan melebarkan selisihnya dan memperparah serta menghambat perkembangan pembangunan.

Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar mencatat tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk terus mengecil. Pada Maret 2021 mencapai 0,306 poin dan pada September 2021 diukur melalui rasio gini hanya sebesar 0,300 atau terendah keempat secara nasional (sumbar.antaranews.com, 2022). 

Berdasarkan data pemerintah provinsi Sumbar dan BPS angka kemiskinan ekstrem di Sumatera Barat menurun 7,171 (0,14 Persen) tahun 2022 menurut Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), dari tahun 2020, kondisi kemiskinan ekstrem di Sumbar terus menurun. Mulai dari 83,930 jiwa (1,53 persen) di tahun 2020, turun menjadi 50.840 (0,91 persen) tahun 2021, dan turun menurun menjadi 43.670 (0,77 persen) tahun 2022. Namun pada September 2022 angka mencapai 343.082 orang.

Kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada bulan itu disinyalir menjadi faktor angka kemiskinan meningkat (video.tempo.co, 2023). 

Data BPS Provinsi Sumatera Barat, jumlah penduduk miskin di wilayah kota atau kabupaten di tahun 2022 sebagai berikut: 

Provinsi Sumatera Barat = 335,21 ribu jiwa; Padang = 42,37 ribu jiwa; Pesisir Selatan = 33,78 ribu jiwa; Pasaman Barat = 32,91 ribu jiwa; Agam = 31,33 ribu jiwa; Kabupaten Solok = 27,16 ribu jiwa; Padang Pariaman = 26,44 ribu jiwa; Lima Puluh Kota = 26,00 ribu jiwa; Pasaman = 19,94 ribu jiwa; Dharmasraya = 15,08 ribu jiwa; Sijunjung = 15,07 ribu jiwa; Tanah Datar = 14,91 ribu jiwa; Kepulauan Mentawai = 13,74 ribu jiwa; Solok Selatan = 11,81 ribu jiwa; Payakumbuh = 8,08 ribu jiwa; Bukittinggi = 6,16 ribu jiwa; Pariaman = 3,80 ribu jiwa; Padang Panjang = 2,89 ribu jiwa; Kota Solok = 2,28 ribu jiwa; dan Sawahlunto =1,47 ribu jiwa (harianhaluan.com, 2023).

 

Revitalisasi Peran Para Perantau Minangkabau

Merantau menjadi salah satu karakter dari masyarakat Sumatera Barat sekaligus menjadi salah satu warisan dari budaya Minangkabau. Keberadaan para perantau yang tersebar di berbagai negara dan saat ini populer disebut sebagai diaspora, bahkan juga sudah mengorganisir diri mereka sebagai Minang Diaspora Network (MDN). 

Salah satu divisi dalam MDN adalah tentang koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), dan WAG dalam divisi ini diikuti oleh 168 orang peserta yang tinggal di berbagai kabupaten/kota di Sumatera Barat, di Indonesia, dan di berbagai negara di dunia.

Keberadaan dan peran para perantau atau diaspora Minang, pada akhirnya harus dikembalikan kepada makna bahwa mereka ada bukan hanya untuk kehidupan di perantuan, tapi juga kehidupan di ranah dengan kerangka berpikir bahwa ranah dan rantau adalah satu kesatuan. 

Bertebaran di berbagai pusat peradaban dunia, maka juga berarti harus menyebarkan hasil belajar dan bekerja di sana ke dalam kehidupan di kampung halaman. Sebaliknya, keberangkatan dari ranah menuju perantauan bukan saja hanya dimaksudkan untuk menguji apakah prinsip-prinsip dalam kehidupan di ranah berkesesuaian dengan nilai-nilai kehidupan di rantau sehingga bersifat universal?

Pengalaman hidup dan perjalanan sejarah keberadaan para tokoh besar yang berdarah dan pernah hidup di Minangkabau dan di Sumatera Barat, sesungguhnya mengajarkan kepada kita semua bahwa mereka hidup dengan berdialektika bahkan mendialektikakan bukan hanya pemikiran, namun juga sikap dan tindakan mereka. Mereka berperilaku dan berlaku bagaimana budaya Minangkabau pada akhirnya bisa menyatu dengan budaya manapun dan apapun namanya secara baik dan berkemajuan. Seperti halnya Tan Malaka, Sutan Sjahrir, Bung Hatta, dan tokoh-tokoh lainnya, mereka berhasil memadukan antara Minangkabau, Timur, Islam, dan Barat untuk membangun peradaban yang lebih baik dan lebih besar. Bukan hanya untuk Minangkabau, namun juga untuk Indonesia, bahkan dunia; sebuah ruang global yang mungkin bisa disebut sebagai nusantara.



 

*Akademisi Hubungan Internasional Universitas Andalas di Sumatera Barat

Dukung kami untuk menghadirkan cerita, dan liputan yang mendalam terkait yang terpinggirkan.

 

Silahkan klik tautan dibawah ini.