Selebaran Mencari Gubernur Sumatera Barat dalam Massa Aksi Warga Air Bangis 1-5 Agustus di Kota Padang. Foto oleh Uyung Hamdani.

Potret Aksi Damai Masyarakat Air Bangis yang Lahannya Dirampas, Gubernur Tak Peduli dan Polisi Memaksa Pulang (Bagian I

“Kalau sekiranya bapak gubernur takut untuk menghadapi masyarakat, maka ketahuilah pak gubernur, Nabi Musa disuruh menghadap Firaun itu ada doanya supaya tidak takut, sedangkan Firaun adalah orang yang mengakui dirinya sebagai Tuhan”.

 

Kata-kata tersebut keluar dari seorang perempuan berjilbab cokelat menggunakan pengeras suara. Dia adalah seorang warga dari Nagari Air Bangis yang menjadi korban perampasan ruang hidup oleh negara. 

 

“Ini doa khusus buat pak gubernur supaya tidak takut menemui kami masyarakatnya,”  sambung perempuan berjilbab itu, ada Jumat (4/8) sore.

 

Jumat yang cerah itu adalah hari kelima masyarakat Jorong Pigogah Patibubur Kecamatan Air Bangis Kabupaten Pasaman Barat melakukan aksi damainya. Beramai-ramai mereka bertahan di Kota Padang dan menginap di Masjid Raya Sumatera Barat.

 

Mereka ingin menemui Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah. Namun politisi Partai Keadilan Sejahtera itu tak kunjung menemui warganya.

 

“Kami adalah masyarakat asli Pigogah Patibubur, hendak memperjuangkan lahan kami yang dirampas oleh pemerintah. Kami mempunyai lahan bukan untuk mencari kaya, hanya untuk menyambung hidup keluarga kami,” ujar seorang pria paruh baya peserta demonstrasi sembari mengepalkan tangan kemudian menunjuk langit.

 

Matahari sore semakin turun, langit semakin gelap namun masyarakat belum juga lihat harapan mereka menemui gubernur. Muka-muka kelelahan masih menghadap kantor gubernur dengan mata yang masih menyalakan harapan.

 

Seorang demonstran lainnya kemudian maju mendekati pagar kantor gubernur menghadapi para aparat kepolisian yang berjaga, dengan suara yang lebih pelan dan tempo bicara lebih lambat ia kemudian memohon.

 

“Apakah ada Kapolda, Pak, Bu? Kalau tidak ada, Wakapoldanya. Kami sudah berhari-hari datang dari Pigogah Patibubur Padang untuk bertemu dengan Gubernur. Niat kami baik-baik, tolong dilindungi. Kami masyarakat petani.”

 

“Tolong sampaikan pesan kami. Kami adalah bagian dari masyarakat Nagari Aia Bangih. Bukankah Pigogah Patibubur bagian dari negara kita juga? Apakah kami tidak boleh hidup di sana?”

Massa Aksi dari Air Bangis di depan Kantor Gubernur Sumatera Barat. Foto: Daffa Benny.
Massa Aksi dari Air Bangis di depan Kantor Gubernur Sumatera Barat. Foto: Daffa Benny.

“Kami di sana diintimidasi. Bahkan ada anak kita dan adik kita yang sudah tertangkap. Tolong bantu hak kami bu. Saya rasa demikian, terima kasih.”

 

Sebagian aparat berseragam menjawab salam pria itu. Selang beberapa menit, massa aksi memutuskan kembali ke titik kumpul di Masjid Raya Sumbar, dengan tekad yang masih sama.

 

Tangis, ratap, amarah, hingga pekik mengandung harap tumpah ruah di Jalan Jenderal Sudirman, Kota Padang. 

 

Massa aksi tak hanya terdiri dari bapak-bapak, tapi juga ibu-ibu dan anak-anaknya. Selama lima hari warga berdonasi membantu massa aksi. Menurut Rafi salah satu elemen yang hadir dalam massa aksi itu banyak pula anak-anak yang kejang-kejang dan ibu-ibu yang pingsan. Sekitar 1000 lebih massa aksi menunggu pemimpin yang dipilih rakyat.

Banyak massa aksi yang pingsan selama aksi damai di depan Kantor Gubernur Sumatera Barat. Foto: Uyung Hamdani.
Banyak massa aksi yang pingsan selama aksi damai di depan Kantor Gubernur Sumatera Barat. Foto: Uyung Hamdani.

Penangkapan Paksa

Tak sampai berselang 24 jam pasca aksi unjuk rasa yang tidak membuahkan pertemuan dengan gubernur, masyarakat Pigogah Patibubur yang bertahan dan beristirahat di masjid raya lagi-lagi harus menerima kejutan.

 

Ratusan personel Kepolisian Daerah (Polda) Sumbar datang berbondong-bondong. Mereka menyiapkan bus untuk mengantarkan massa kembali ke Pasaman Barat. 

 

Allahu Akbar, Allahu Akbar,” teriak masyarakat yang masih bertahan di dalam bangunan masjid raya, terdokumentasi dalam sebuah video amatir dari warga. Mereka menolak perintah polisi untuk meninggalkan lokasi itu,  mengingat tuntutan mereka atas lahan kehidupan belum tercapai. Puluhan warga sipil dari berbagai kalangan –masyarakat Pigogah Patibubur, pegiat LSM, relawan, hingga mahasiswa turut diringkus secara paksa.

 

Salah satu pendamping masyarakat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Adrizal turut terseret. Mulanya digiring oleh sepuluh hingga belasan orang berseragam maupun berpakaian preman. Seorang pria berkaos hitam tampak memukul kepala Adrizal. Selang 2 atau 3 detik, ia mengumpulkan tenaga dan mengayunkan tangan demi mendaratkan tinju di tengkorak belakang pemuda kurus tinggi tersebut.

 

Adrizal sontak memegang kepalanya yang berdenyut hebat. Dia melihat ke belakang untuk mengetahui siapa orang yang mendaratkan bogem mentah itu. Namun tak berhasil. Polisi-polisi itu dengan cepat memasukkan paksa pengacara tersebut ke mobil hitam. Seorang warga merekamnya dan video beredar luas. 

 

WALHI, YLBHI, dan PBHI kemudian mengeluarkan siaran pers yang menuntut pembebasan tanpa syarat terhadap 4 orang masyarakat Air Bangis, 3 orang mahasiswa, dan 7 orang pendamping hukum yang ditangkap kepolisian tersebut. Tiga organisasi tersebut juga menuntut agar hak orang-orang tersebut dipulihkan.

 

Dalam rilis pers tersebut narahubung YLBHI Zainal Arifin menyampaikan kronologi peristiwa itu. “Masyarakat Air Bangis, Pasaman Barat, Sumatera Barat melakukan aksi damai sejak 5 hari belakangan di Kantor Gubernur Sumbar, kemudian mengalami penangkapan sewenang-wenang dari pihak kepolisian,” ungkapnya pada Sabtu 5 Agustus 2023.

 

“Sebelum tindakan dilakukan oleh Polda Sumbar telah ada kesepakatan bahwa masyarakat akan menentukan sikap setelah adanya hasil audiensi dari Gubernur Sumbar karena perwakilan warga dan mahasiswa sedang melakukan dialog dengan Pemprov Sumbar.

Sembari menunggu berlangsungnya dialog, masyarakat Aia Bangih yang berada di Masjid Raya Sumbar melantunkan sholawat bersama. Di lokasi itu juga ada beberapa pendamping hukum, relawan, dan mahasiswa. Kemudian anggota Polda Sumbar membubarkan secara paksa massa di dalam masjid sekaligus melakukan penangkapan.

 

“Tindakan kepolisian tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran HAM karena upaya paksa tersebut jelas melanggar jaminan perlindungan dan penghormatan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum sebagaimana terdapat dalam UUD 1945, DUHAM, Kovenan Hak Sipil dan Politik, UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, dan UU HAM.”

 

Selain itu menurut rilis pers WALHI, YLBHI, dan PBHI, tindakan itu juga melanggar peraturan internal kepolisian, yakni Peraturan Kepala Kepolisian RI (Perkap) Nomor 9 Tahun 2008 Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

 

Hingga malam 5 Agustus belasan orang yang ditahan tersebut masih belum dibebaskan dari Kantor Polda Sumbar.

Intimidasi Jurnalis

Selain adanya penangkapan, proses pemulangan paksa masyarakat Air Bangis tersebut juga intimidasi kepada jurnalis-jurnalis yang meliput pun terkena. 

 

“Dari data yang didapatkan AJI Padang, terdapat 4 orang jurnalis yang menjadi korban. Jurnalis Tribunnews Nandito Putra dipiting oleh polisi berpakaian bebas saat sedang merekam kondisi sembari live streaming untuk medianya. Sebelumnya ia juga dilarang mengambil gambar dan ponselnya juga hampir direnggut,” ungkap Ketua AJI Padang Aidil Ichlas.

 

Melihat rekannya sesama wartawan diamankan, Aidil Ichlas dan Fachri Hamzah menyampaikan protes. Namun tindakan mereka malah ditanggapi dengan intimidas. Peristiwa itu juga terekam dalam sebuah video, menunjukkan seorang polisi berpakaian bebas mengangkat kerah baju Fachri dan membentak mereka. “Ang elok-elok se lah” atau bisa diartikan sebagai “kau baik-baik sajalah,” begitu bunyi pernyataan polisi tersebut.

 

Namun setelah perdebatan, sejumlah perwira dari Polresta Padang datang menengahi dan meminta maaf kepada para jurnalis yang mengalami intimidasi itu. Intimidasi dan upaya penghalangan liputan juga dialami oleh Dasril jurnalis Padang TV, anggota polisi menghalangi kameranya untuk merekam. Sementara itu seorang jurnalis Classy FM, Zulia Yandani sempat ditarik hendak dimasukkan ke dalam mobil kendati ia sudah mengaku sebagai wartawan.

 

Organisasi profesi jurnalis mulai dari AJI Padang, PFI Padang, dan IJTI Sumbar protes keras melalui siaran pers bersama.

Walhi: Pemerintah Harus Kembalikan Lahan Masyarakat

Polemik lahan tersebut pertama kali bermula sejak Gubernur Provinsi Sumatera Barat mengusulkan ke Menteri Koordinator Maritim dan Investasi RI lahan seluas sekitar 30.000 ha di Nagari Air Bangis untuk menjadi Proyek Strategis Nasional untuk digarap sebuah perusahaan swasta  yang berencana akan membangun industry refinery dan petrochemical serta sarana pendukung lainnya.

 

“Menurut Gubernur, lahan bekas areal PT Sumber Surya Semesta tersebut berstatus clean and clear untuk digunakan,” ungkap Tommy Adam, Kepala Departemen Advokasi Walhi Sumbar yang juga terlibat mengawal isu tersebut.

 

Tommy menegaskan Pemerintah harus mengembalikan lahan perkebunan masyarakat yang sebelumnya diserahkan masyarakat karena terpaksa atau dalam keadaan tertekan.

 

“Bagaimana mungkin kebun yang dibangun masyarakat, kemudian diserahkan pemerintah hak kelolanya kepada pihak lain. Jika pemerintah memberikan hak kelola, yang paling berhak adalah masyarakat Air Bangis, terutama yang membangun dan mengelola kebun sejak awal,” katanya.

Apa Kata Kepolisian?

Polda Sumbar menyampaikan video rilis pers mengenai isu pemulangan masyarakat Air Bangis di Masjid Raya Sumbar. Kapolda Sumbar Irjen Pol Suharyono berbicara mewakili sekitar 600 personil kepolisian yang turun dalam pembubaran massa tersebut.

 

“Mereka turun ke jalan tidak ada surat pemberitahuan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 Prosedur Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Kami masih persuasif menghimbau mereka pulang ke Pasaman Barat walaupun seharusnya ada sanksi supaya dibubarkan,” katanya.

 

“Ternyata yang terjadi mereka malah tidur di Masjid Raya, yang merupakan tempat suci, tempat ibadah, dan tempat belajar agama, yang berdasarkan slogan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah yang telah disepakati mayoritas masyarakat Muslim di Sumatera Barat,” katanya.

 

Suharyono mengatakan pihaknya sudah tahu penggerak dan provokatornya. Dia mengatakan beberapa tuntutan sudah mereka pahami dan maklumi. Dirinya juga berterimakasih pada pengunjuk rasa yang perwakolannya sudah beraudiensi dengan unsur forkompida Sumatera Barat. Untuk diketahui unsur yang beraudiensi setelah ditelusuri bukan bagian dari massa aksi yang lima hari di depan kantor gubernur.

 

Menurut Kapolda tersebut, sebagian besar tuntutan unjuk rasa masyarakat tidak masuk akal. Salah satunya yaitu pembebasan masyarakat Air Bangis yang ditahan. Menurut para pengunjuk rasa, para tahanan tersebut mengalami kriminalisasi.

 

“Kalau pencuri ya harus ditahan, siapa yang mengambil barang orang lain ya melanggar Undang-Undang,” katanya.

 

Namun siapa yang sebenarnya pencuri?

Penulis: Daffa Benny

Editor: Jaka HB

Dukung kami untuk menghadirkan cerita, dan liputan yang mendalam terkait yang terpinggirkan.

 

Silahkan klik tautan dibawah ini.