Warga Padang Ganting membersihkan lahan seputar tanaman jernang secara berkala agar buah tumbuh dengan baik/roehanaproject/Uyung Hamdani

Menumpang Asa Di Pokok Jernang

Oleh: Uyung Hamdani

Sebelum tahun 2017 hutan nagari Padang Gantiang Sangir Jujuan Kabupaten Solok Selatan seluas 1548 hektar berstatus hutan lindung. Status ini membuat masyarakat setempat tidak leluasa memanfaatkan wilayah hutan yang sebenarnya adalah hutan adat nagari.

 

Tahun 2017 lewat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, status Hutan Nagari mereka diakui melalui skema perhutanan sosial. Perubahan ini memberi harapan baru untuk masyarakat Padang gantiang merubah nasib sebab delapan puluh persen masyarakat Padang Gantiang hidup dalam kemiskinan.

Mata Linun berbinar ketika bercerita tentang tanaman sejenis rotan hutan dari jenis Daemonorops yang saat ini ia tanam antara batang-batang karet di kebunnya. Resin dari buah sejenis rotan inilah yang bernama jernang dan banyak yang memanfaatkan sebagai bahan obat-obatan. Di pasar Cina menurutnya jernang sangat laku dan banyak yang mencari, sementara bahan bakunya cukup langka.

 

Saat ini beberapa Perusahaan Cina kata Linun membeli bahan baku dari kelompok petani jernang di Aceh yang sudah lama membudidayakan daemonorops untuk produksi jernang.

 

Linun adalah mantan Wali Nagari Padang Gantiang Solok Selatan yang menginisiasi program jernang di nagarinya. Bagi Linun, jernang adalah jalan keluar yang tepat menghadapi persoalan kemiskinan.

Potret Linun, petani jernang nagari padang gantiang solsel/roehanaproject/ Uyung Hamdani
Potret Linun, petani jernang nagari padang gantiang solsel/roehanaproject/ Uyung Hamdani

Selain itu juga berguna menghindari penebangan hutan untuk kebun sawit yang selama ini malah membuat debit air sungai mengecil dan udara di kampung terasa lebih panas dari tahun-tahun sebelum kebun-kebun sawit ada. Untuk mewujudkan gagasannya Linun membuat kelompok tani jernang yang beranggotakan 31 kepala keluarga.

 

Beberapa petani setempat mengatakan tak mudah memperkenalkan program baru ini. Sebab masyarakat lebih terbiasa dengan tanaman yang ada di dekat mereka seperti sawit dan karet. Walaupun nantinya harga-harga jatuh dan tergantung pada pengepul.

 

Saat ini ada lebih kurang 365 kepala keluarga menghuni Nagari Padang Gantiang. Rata-rata pekerjaan mereka berkebun karet dan menanam sawit baik di ladang atau pun halaman rumah mereka.

 

Belum Semua Warga Percaya

 

“Banyak pertentangan saat itu dari masyarakat dan ninik mamak lainnya sebab tanaman serupa rotan ini dianggap hanya tumbuhan hutan yang tidak akan berdampak secara ekonomi” kata pria berkulit gelap ini.

 

Linun berkaca dari petani jernang di Aceh yang malah kesulitan memenuhi kebutuhan pasar yang sangat antusias.

“Banyak cemooh datang kepada kami karena menanam jernang yang dulu gampang ditemui di hutan-hutan kami ini,” kata Linun lagi.

potret nasrul petani jernang/roehanaproject/Uyung Hamdani
potret nasrul petani jernang/roehanaproject/Uyung Hamdani

Salah satu anggota kelompok yang cukup berhasil di penanaman awal ini adalah Nasrul. Bibit batang daemonorops yang Nasrul tanam banyak yang bertunas. Sejak awal pria yang bekerja sebagai petani karet ini menyambut baik gagasan Linun. Meskipun dia menanam sedikit sawit, dia perlahan beranjak mengalihkan perhatian ke jernang.

 

“Kami mendapat bibit jernang ini dari Aceh, karena di Aceh jernang berkembang dengan baik,” kata Nasrul. Bibit-bibit ini memang mengalami fase penyesuaian suhu, kelembaban dan unsur tanah yang tidak sama dari tempat bibit berasal.

 

“Bibit yang saya tanam tumbuh dengan baik, lebih kurang 95 persennya hidup, sementara kawan yang lain ada yang hidup 50 persen bahkan cuma 20 persen dari yang ditanam,” kata Nasrul.

 

Seperti halnya Linun yang di cemooh warga lain, Nasrul juga mengalami hal yang sama. Namun baginya tidak ada salahnya mencoba karena sudah ada yang berhasil.

 

“Saya bahkan sampai bertaruh sebungkus rokok jika jernang saya berhasil,” kata Nasrul sambil tertawa. Nasrul berharap jernang bisa meningkatkan ekonomi keluarganya tanpa merusak hutan tempat ladangnya berada.

 

Pria yang sebagian rambutnya beruban ini punya alasan khusus setuju dengan jernang yaitu tak perlu menebang pohon karetnya. Sehingga selain menunggu jernang, karetnya pun tetap memberi manfaat ekonomi.

 

Sudah sejak Oktober 2020 Linun dan kelompok tani yang ia gagas menanam Daemonorops di kebun dan halaman belakang mereka. Pokok-pokok rotan hutan ini tumbuh sehat. Beberapa tanaman mulai bertunas seukuran ibu jari.

 

Linun memperlihatkan pokok-pokok daemonorops yang mulai bertunas.

seorang petani sedang memeriksa batang jernang di Nagari Padang Gantiang, solsel/roehanaproject/Uyung Hamdani
seorang petani sedang memeriksa batang jernang di Nagari Padang Gantiang, solsel/roehanaproject/Uyung Hamdani

Cocok untuk Konsep Ekosistem hutan yang Sehat

Mantan wali nagari dua periode ini mengatakan tidak sulit merawat jernang. Syaratnya selama ia punya pohon besar sebagai pelindung didekatnya. Perawatannya pun mudah, hanya perlu membersihkan tanah dari rumput se jarak satu meter dari pokok tanaman dan memberi pupuk organik sebagai tambahan nutrisi. Kebutuhan jenis rotan ini akan pohon besar sebagai tempat sandaran membuat jernang cocok untuk melindungi kawasan hutan dari penebangan kayu secara serampangan.


“Kami tidak perlu menebang batang-batang karet kami untuk menanam jernang ini, istilahnya tumpang sari,” kata Linun lagi.

Tanaman jenis rotan hutan atau demonorops yang dibudidayakan kelompok tani Nagari padang Gantiang Solok Selatan/roehanaproject/Uyung Hamdani
Tanaman jenis rotan hutan atau demonorops yang dibudidayakan kelompok tani Nagari padang Gantiang Solok Selatan/roehanaproject/Uyung Hamdani

Budidaya tanaman berduri ini cocok untuk konsep ekosistem hutan yang sehat. Tanpa harus menebang pohon-pohon yang sudah ada lebih dahulu seperti karet dan kayu manis, tanah hutan tetap Lestari, karbondioksida tetap terserap dan yang lebih penting adalah habitat hewan pun tetap terjaga.

 

Bapak empat anak ini menghitung-hitung untuk peningkatan ekonomi warga desanya butuh lebih kurang 15.000 bibit dan semua itu harus didistribusikan ke warga.

 

“Masing-masing warga sekurangnya menanam 50 batang bibit untuk permulaan. Dari 50 batang bibit ini bisa menghasilkan sekitar enam hingga sepuluh kilogram sekali panen,” kata Linun menerangkan.

 

Dia mengatakan harga satu kilogram jernang 700 hingga 900 ribu rupiah per kilogram di pasaran. Daemonorops juga bisa berbuah tiga hingga empat kali setahun. Tidak hanya resin atau jernang saja yang punya nilai, kulit buahnya pun juga dicari untuk industri farmasi.

 

Jernang di Padang Gantiang memang belum populer layaknya tanaman komoditas lainnya. Namun setidaknya jernang membuka harapan baru meningkatkan ekonomi masyarakat, membuka peluang usaha yang lebih luas tanpa mengorbankan ekosistem hutan.

Jalan di perkebunan sawit Nagari Padang Gantiang/roehanaproject/Uyung Hamdani
Jalan di perkebunan sawit Nagari Padang Gantiang/roehanaproject/Uyung Hamdani

Walhi: Sawit Merusak Ekosistem dan Berpihak Pada Korporasi Besar

Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Barat Wengki Purwanto mengatakan penanaman jernang di Padang Ganting itu bertujuan untuk meningkatkan ekonomi sekaligus memproteksi mereka dari ancaman perluasan sawit skala besar. Model ekonomi yang rentan dan kontrolnya kuat pada pemodal besar.

 

Terkait sawit Wengki berpendapat kalau pun harga sawit rakyat naik, itu juga karena sawit skala besar sedang replanting. “Ketika penanaman sawit baru di perusahaan besar kembali panen, harga sawit rakyat kembali merosot,” katanya.

 

“Bacaan-bacaan seperti itu mengantarkan kita menginisiasi model-model ekonomi yang berbasis pada kekuatan rakyat. Jadi dia bisa tetap menghasilkan sembari alam terjaga, ekosistem air terjaga, hutannya terawat tapi mandat ekonominya bermanfaat,” katanya.

 

Dia menambahkan terlalu banyak mudharatnya jika sawit meluas di Solok Selatan. Sebab itu Walhi Sumbar turut mendampingi masyarakat sekaligus melakukan asistensi terkait pemanfaatan hutan berkelanjutan.

Warga melewati jalan menuju Nagari Padang Gantiang Solok Selatan/roehanaproject/ Uyung Hamdani
Warga melewati jalan menuju Nagari Padang Gantiang Solok Selatan/roehanaproject/ Uyung Hamdani

BACA JUGA: Pemulihan Tanah Ulayat, Harapan dari Banyak Korban Konflik Agraria Sumatera Barat

Dukung kami untuk menghadirkan cerita, dan liputan yang mendalam terkait yang terpinggirkan.

 

Silahkan klik tautan dibawah ini.