Negara punya banyak alasan untuk meloloskan regulasi-regulasi tertentu. Seperti Undang-Undang Cipta Kerja yang sejak awal sudah memicu gelombang protes yang merata di Indonesia.Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD sempat mengatakan urgensinya di hadapan media pada saat masih berbentuk Perppu. Mengutip detik.com alumni Universitas Islam Indonesia ini mengaitkan urgensinya dengan dampak perang Ukraina yang secara global mau pun nasional memengaruhi, selain itu dengan ancaman inflasi, kondisi geopolitik serta krisis pangan.Selanjutnya tanggal 21 Maret pemerintah mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja. Meskipun penolakan terjadi di sana-sini pemerintah kekeuh meloloskan perangkat hukum ini.Ferdiansyah selaku akademisi dari Hubungan Internasional Universitas Sriwijaya mengatakan saat Mahfud MD bilang urgensi dari Undang-undang Cipta Kerja ini salah satunya karena perang Ukraina dan Rusia, masyarakat harus memeriksa ulang argumen itu.“Saya mengajak teman-teman untuk cek semua perusahaan energi hari ini dan di tahun 2022 bagaimana kinerja ekonominya,” kata alumni Universitas Gadjah Mada ini.“Kalau teman-teman suka mengikuti indeks harga saham gabungan pasti tahu bahwa 2022 adalah tahun yang indah bagi sektor batu bara dan sektor minyak. Yang artinya itu semua konglomerat-konglomerat yang ada di Indonesia hari ini,” katanya.Dia mengatakan Indonesia sedang mendapatkan buah dari konflik tersebut. “Buah dari itu adalah energi fosil di Eropa jadi langka dan alternatifnya mencari ke Indonesia,” katanya.Padahal setahun sebelumnya Indonesia ikut kesepakatan dalam COP 27 terkait penghentian penggunaan batubara. Namun tepat terjadi perang itu semua abai dengan kesepakatan. “Justru sektor batubara digenjot habis-habisan dan jadi ladang uang,” katanya.Setiap lima menit Ferdi dapat melihat kapal tongkang pengangkut batubara lewat di Sungai Musi Palembang. “Kalau kita miskin karena perang itu siapa yang sebenarnya miskin? Pasti ada yang kaya juga. Jadi alasan itu tidak tepat,” tambahnya.Direktur Lembaga Bantuan Hukum Padang Indira Suryani mengatakan skema pembuatan aturan ini tidak lazim dan tidak ada dalam aturan perundang-undangan.“Omnibus law itu ada dulu baru revisi, prosedurnya dibalik. Ada dulu baru ada legitimasi. Itu salah banget secara prosedur huum. Dia bukan mekanisme yang lazim di mana 77 undang-undang disatukan dalam satu undang-undang,” katanya.Selain itu muatan UU Ciptaker juga memuat masalah dari banyak sisi. Seperti klaster ketenagakerjaan, klaster lingkungan yang sebenarnya banyak sekali sisinya seperti tata ruang, perkebunan dansebagainya. “Yang rata-rata dalam pasal-pasal itu menghilangkan dan mengubah pasal yang sebelumnya bisa masyarakat gunakan dalam proses perjuangan hak atas lingkungan hidup,” katanya.“Jadi di undang-undang ini menghilangkan partisipasi masyarakat untuk melakukan gugatan-gugatan hukum sehingga telihat ciptaker ini gugatan masyarakat yang menang dalam proses yudisial akan mereka ubah mekanismenya, muatan untuk membredel suara rakyat sangat kuat,” katanya.Dia mencontohkan ada delapan petani di Aia Gadang Pasaman Barat. “Yang sedang melakukan reclaiming dan memperjuangkan hak mereka atas tanah dikriminalisasi dengan undang-undang ciptakerja,” katanya.Selain itu untuk klaster ketenagakerjaan menurut Indira juga banyak penghilangan hak. Seperti nilai pesangon yang turun, tidak adanya status perlindungan tenaga kerja dan semacamnya.Indira menyayangkan ketika pemerintah memberikan perpu namun tidak ingin melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi.“Pemerintah sedang melakukan penghinaan terhadap putusan MK sendiri dan membuat perpu tipu-tipu dengan mekanisme yang tidak jelas, dengan argmuentasi kita sedang tanggap darurat dan sebagainya,” katanya.“Pertanyaannya ada apa dengan mereka? Kenapa suara rakyat tidak pernah dipertimbangkan? Betapa sulitnya melakukan perjuangan menghentikan represi kemudian agresi dari uu cipta kerja ini demi kepentingan siapa? Itu perlu kita pertanyakan,” katanya.Rifaldi selaku Menteri Sospolkumham Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Dhama Andalas mengatakan penolakan UU Ciptaker bukan pilihan tapi kewajiban.“Melihat bagaimana pemerintah sendiri tidak taat konstitusi, saat ini kami tidak tahu harus mempercayai siapa. Apa yang akan kita lakukan setelah ini adalah tetap pada penolakan itu. Kita buka ruang-ruang diskusi seperti ini dan pola-pola penolakan yang lain,” katanya.Dia mengatakan mahasiswa akan terus berjuang dan menyosialisasikan pada masyarakat apa yang menjadi masalah dalam peraturan baru ini. *Ini adalah sebagian catatan kami saat diskusi Setelah Ciptaker di Instagram Live 7 April lalu. Video selengkapnya bisa di sini.