Demonstrasi Singgung Pelecehan Seksual, UIN Imam Bonjol Diminta Serius Selesaikan Kasus Pelecehan

Demonstrasi Singgung Pelecehan Seksual, UIN Imam Bonjol Diminta Serius Selesaikan Kasus Pelecehan

Roehana Project – “Masak iya seorang guru besar mengajak mahasiswi ke karaoke,” teriak seorang orator dalam unjuk rasa mahasiswa Universitas Islam Negeri Imam Bonjol (UIN IB) Padang pada Rabu (23/11/2022) siang di depan Gedung Rektorat lama UIN IB.

Sindiran itu merupakan sambungan dari salah satu dari 13 tuntutan mahasiswa tentang penyelesaian masalah pelecehan seksual di UIN.

Menteri Advokasi Hukum dan HAM Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UIN IB Ulva Salsabila turut merespon. Dia mengatakan kepada basilang.com ada laporan dugaan pelecehan seksual oleh oknum dosen kepada mahasiswa bimbingannya.

“Memang ada pelecehan seksual di lingkungan Kampus UIN IB, “ kata Ulva.

Ulva mendapatkan informasi ada tiga korban. Namun korban takut untuk angkat suara karena ada relasi kuasa yang akan menekannya dan korban menganggap itu sebuah aib. Adapun bentuk pelecehan yang dialami korban yaitu memegang tubuh, mengajak karaoeke dan ajakan untuk berenang.

”Itulah yang menjadi pekerjaan rumah bagi kami dari DEMA UIN Imam Bonjol Padang akan memberikan pemahaman bahwa identitas mereka (korban) aman di kami, karena kami tidak akan membeberkan,” katanya.

Sementara itu salah seorang Alumni UIN Imam Bonjol Padang Alif Ilham Fajriadi mengatakan bermunculannya isu dugaan pelecahaan seksual di kampus adalah hal yang harus diurus serius. Sebab menurutnya UIN Imam Bonjol tak boleh abai dengan keselamatan dan kenyamanan mahasiswanya dalam memperoleh pendidikan.

“Urus dengan serius harusnya, UIN Imam Bonjol itu sudah tertinggal jauh untuk ikut andil dalam merespons pelecehan seksual di ranah pendidikan,” kata Alif yang juga Wakil Emperan UIN Imam Bonjol itu.

Lebih lanjut, kata Alif, sudah banyak kampus lain yang sejak dulu sudah menghadirkan Satgas PPKS. Sedangkan, di UIN Imam Bonjol, kampus malah menunggu mahasiswanya dulu demonstrasi, baru bergerak untuk membentuk Satgas PPKS.

Alif juga menyampaikan, dalam pengamatannya terkait narasi yang dikeluarkan kampus saat menanggapi aksi demonstrasi mahasiswa di beberapa hari lalu, Alif menilai kampus seperti abai terhadap isu pelecahan seksual itu. “Saya kadang miris ketika membaca tanggapan dari pimpinan kampus, mereka malah minta data. Mana datanya dan mana datanya terus,” terang Alif.

Seharusnya,  kampus juga harus ikut andil untuk mencari dan mendata korban pelecahan seksual itu. Namun yang dilihat Alif, hal itu sama saja, perempuan masih kerap mendapatkan perlakuan seperti pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh dosennya sendiri.

Saat, diwawncarai, Ketua Senat UIN IB Profesor Duski Samad menuturkan,  jika memang ada pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dosen maupun guru besar, maka pihak akan segera menindak tegas. “Sampai hari ini belum ada yang berani menyebut bukti. Kalaupun hari ini belum ada edaran Rektor terkait pelecehan seksual tersebut, Undang-undang kita kan ada,” ujarnya.

“Saya sudah tantang mahasiswa, ayo buktikan. Kalau anda takut melapor saya pastikan untuk dilindungi,” pungkas Guru Besar Fakultas Tabiyah UIN IB.

Selain itu, isu pelecehan tersebut juga mendapatkan tanggapan dari Pengurus Pusat Iluni UIN Imam Bonjol.  Ketua Biro Kajian dan Advokasi ILUNI UIN IB Padang Adel Wahidi mengatakan , isu tersebut perlu mendapatkan penanganan yang cepat dan serius dari Rektor UIN IB Padang.

Menurut Adel, dalam menangani masalah tersebut, rektor dapat mempedomani Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan Perguruan Tinggi. Lahirnya Permendikbud itu adalah hasil bacaan terhadap realitas bahwa kekerasan/pelecehan seksual itu sangat mungkin terjadi, tak kecuali di perguruan tinggi.

“Kekerasan/pelecehan seksual di perguruan tinggi sangat mungkin terjadi. Namun, kasus semacam ini perlu pendekatan yang berbeda. Ada relasi kuasa, antara dosen dan mahasiswa. Itu yang membuat korban biasanya memilih diam dan tidak mau melapor. Karena itu, dalam menangani masalah ini Rektor harus memberikan jaminan pendampingan, perlindungan dan pemulihan korban. Harus ada jaminan identitas pelapor dan korban dirahasiakan.” Tuturnya.

Tidak hanya itu, kampus harus memberikan layanan konseling, layanan kesehatan dan bantuan hukum Jaminan dan perspektif semacam itu akan membuat korban mau bicara melapor, karena korban percaya ia akan didengar dan lindungi.

“Selain itu, kendati sudah terlambat, rektor harus segera membentuk Satuan Tugas Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS). UIN termasuk terlambat, dua kampus besar seperti UNAND dan UNP telah duluan membuat Satgas PPKS. Satgas itulah yang akan membantu Rektor mengamban misi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus. Termasuk menerima menindaklanjuti dan memeriksa laporan adanya dugaan kekerasan/pelecehan seksual,” ucap Adel.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mendorong percepatan penyelesaian kasus-kasus kekerasan atau pelecehan seksual di kampus.

“Perlu disikapi segera dan bukan hanya menunggu laporan saja dari mahasiswa. Kampus bisa membuka kanal pengaduan agar mempermudah pelaporan korban. Dengan catatan tetap menjaga kerahasiaan dan melindungi korban dari serangan balik pelaku,” kata Penanggung Jawab  Isu Minoritas dan Kekerasan Seksual Detheree Ranti.

Selain itu Ranti juga menyarankan agar pihak UIN IB membenahi sistem dan membuat reculasi. “Sehingga dapat menjamin ruang aman dan bebas dari kekerasan seksual. Ketidakberdayaan korban dalam pembuktian seharusnya tidak menjadi penghalang penegakan hukum kekerasan seksual dilingkup kampus,” katanya.

“UIN IB mesti mengimplementasikan Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi yang mengamanahkan untuk setiap kampus segera membentuk Satuan Petugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS), untuk mewujudkan kampus yang merdeka dari kekerasan seksual,” tuturnya.

UIN IB Darurat Ruang Aman Bagi Perempuan.

Narasi-narasi pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dosen terus mecuat. Kami mencoba menelusuri kebenaran isu tersebut. Saat ditanyai, salah satu mahasiswa UIN IB yang tidak mau disebutkan namanya itu, menyampaikan bahwa isu pelecahan seksual sudah lama menjadi perbicangan di kalangan mahasiswa.

“Teman saya sendiri pernah mendapatkan perlakukan yang tidak senonoh. Teman saya pernah diajak bimbingan ke tempat yang sepi, tetapi apakah itu masuk kepada ranah pelecehan atau tidak saya belum mengetahuinya,” ungkapnya.

Selain itu, temannya juga pernah mendapatkan pesan, atau ajakan untuk video call via whasapps saat tengah malam oleh salah satu oknum dosen. Namun, kembali lagi apakah itu masuk kepada pelecehan seksual. “Teman saya takut, tetapi karena ada relasi kuasa, mereka juga takut untuk mengungkapnya,” terangnya.

Kemuidian, peneleurusan lebih lanjut, ada tujuh korban yang dapat ditemui pada 10 Oktober 2022. Dari tujuh korban tersebut, banyak yang tidak mau untuk angkat suara. Setelah diberikan penekanan, akhirnya mau untuk memberikan keterangan. Korban pertama sebut saja Bunga (Nama samaran) mengatakan, pernah mendapatkan perlakuan yang tidak senonoh dari oknum dosen saat melakukan bimbingan skripsi.

Ketika itu, kata Bunga, dosen pembimbing menyentuhkan kakinya kepada bunga yang dilakukan sebanyak dua kali saat melakukan bimbingan. “ Tidak hanya itu, saat melakukan bimbingan, pembicarannya oknum dosen tersebut kadang mengarah kepada arah seksual,” terang bunga kepada suarakampus.com.

Saat ditanyai apa yang dilakukan Bunga, dia menjawab, tidak bisa berbuat apa-apa dan dosen yang bersangkutan diakhir bimbingan juga menekankan agar tidak menceritakan peristiwa tersebut kepada orang lain. “Saya takut untuk mengadu, sebenarnya berat tetapi saya berusaha untuk melupakannya,” jelas Bunga denga nada lirih.

Selain itu, juga ada korban lain. Sebut saja Melati (nama samaran). Tidakan yang dialami oleh Melati berbeda dengan Bunga, ia mendapatkan pelecehan seksual secara verbal atau Kekerasan Seksual Berbasis Online (KBGO). Perlakuan yang didapatkan Melati yaitu, oknum dosen tersebut mengirimkan pesan-pesan yang berbaur seksual.

“Dia (oknum dosen) juga mengajak saya untuk makan bersama, Saya merasa terintimidasi dan risih. Tetapi ia tak dapat berbuat banyak selain diam. Saya tidak menyangka dosen yang biasa mengajar tentang keagamaan tersebut bisa bertindak demikian,” katanya.

Satgas PPKS UIN IB yang Tidak Kunjung Rampung

Penyelenggaraan Satgas PPKS lingkungan kampus adalah amanat Peraturan Menteri (Permen) Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Perguruan Tinggi Nomor 30 tahun 2021. Selain itu Direktorat Jenderal (Dirjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemerterian Agama RI juga mengeluarkan kebijakan terkait kasus pelecahan seksual di kampus Islam, hal itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Dirjen Pendis No. 5494 Tahun 2018 tentang Pedoman Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual (PPKS) pada PTKI.

Bahkan SK Dirjen Pendis tersebut sudah diiplimentasikan dengan terbentuknya SOP PPKS yang disusun oleh Komnas Perempuan bersama Dosen PTKI seluruh Indonesia. Selain itu Menteri Agama RI Cholil Yakub juga telah menyetujui Permen yang dikeluarkan oleh Nadim Makarim. Jika merujuk kepada Permen No. 30 tahun 2021, pada bab IV membahas tentang pembetukan Satuan Tugas (Satgas) PPKS di lingkungan kampus. Di bab IV itu ditegaskan bahwa kampus memiliki kewajiban untuk membentuk sebuah Satgas PPKS.

Namun sampai saat ini, dari data yang diberoleh oleh basilang.com, UIN Imam Bonjol Padang belum kunjung membentuk Satgas PPKS, padahal Ketua Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN IB  Azizah Meria pada tahun 2021 menjelaskan, SOP PPKS akan segera rampung. Diketahui, Azizah Meria sendiri juga menjadi salah satu dosen yang terlibat dalam pembetukan SOP PPKS yang disusun oleh Komnas Perempuan.

Satu tahun, sejak Azizah Meria diwawancarai Suarakampus.com, Satgas PPKS dan SOP PPKS UIN IB tidak kunjung rampung. Saat ditanyai perihal hal tersebut kepada Wakil Rektor III UIN IB Welhenri Azwar dia tidak mau merespon banyak. “ Itu bukan gawaian saya,” katanya kepada suarakampus.com

Sementara itu, saat unjuk rasa mahasiswa pada 23 November 2022, Ketua Senat UIN IB Profesor Duski Samad mengatakan, bahwa Surat Keputusan (SK) Penanganan Pencegahan Kekerasan Seksual (PPKS) di UIN IB akan rampung pada akhir tahun 2022. “Saya pastikan SK tersebut akan segera rampung. SK tersebut sedang kami bahas dikalangan senat. Tinggal pleno saja lagi dan disahakan,” terang Duski.

Rektor UIN IB Profesor Martin Kustaiti juga mengatakan SOP PPKS kampus tersebut akan rampung pada 30 November 2022. Dia mengatakannya di hadapan masa aksi di Kampus UIN IB Lubuk Lintah.

Dukung kami untuk menghadirkan cerita, dan liputan yang mendalam terkait yang terpinggirkan.

 

Silahkan klik tautan dibawah ini.