Roehana Project – Demi memperkuat akses perempuan dalam pengelolaan hutan dan lahan yang adil dan berkelanjutan, Gender Focal Point dan The Asia Fundation mengadakan Temu Nasional Perempuan Pemimpin pada Rabu (7/12/2022).
Kegiatan tersebut diadakan di Hotel Harris Virtue, Jakarta, dengan mengahadirkan 33 Women Champions yang berasal dari Provinsi Aceh, Sulawesi Tengah, Bengkulu, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan.
Country Representative The Asia Foundation Indonesia Sandra Hamid menyampaikan dalam pembukaan diskusi, bahwa lima orang perempuan yang dihadirkan dalam kegiatan kali ini merupakan orang hebat yang membawa perubahan skala nasional, bahakan internasional.
“Walau kerja-kerja mereka di tingkat lokal, namun hasil-hasil yang mereka capai menjadi pembelajaran secara nasional dan internasional. Mereka adalah perempuan-perempuan yang merebut kesempatan, bukan perempuan yang menunggu kesempatan diberikan,” katanya.
Lima perempuan pemimpin yang dihadirkan adalah Sumini (Ketua Lembaga Pengelola Hutan Kampung Damaran Baru di Kabupaten Bener Meriah), Velin (Penggerak Muda Perhutanan Sosial di Kabupaten Donggala), Eva Susanti (Ketua Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan Karya Mandiri di Kabupaten Rejang Lebong), Rita Warti (Paralegal di Kabupaten Kepulauan Mentawai) dan Nur Aena (Ketua Koordinasi Forum Perempuan Keadilan Anggaran Kabupaten Maros).
Lima perempuan yang dihadirkan dalam kegiatan tersebut mempunyai kontribusi terhadap daerahnya masing-masing. Adapaun lima perempuan hebat tersebut adalah,
Pertama, Sumini berinisiatif membentuk Lembaga Pengelola Hutan Kampung Damaran Baru dipicu oleh kegelisahan terhadap potensi bencana banjir dan kekeringan akibat pembalakan liar dan perubahan hutan menjadi kebun di kawasan hutan lindung. Setelah berproses, akhirnya Lembaga Pengelola Hutan Kampung Damaran Baru berhasil mendapatkan Surat Keputusan Pengelolaan Hutan Kampung Damaran Baru seluas 251 hektar
Kemudian ada, Eva berinisiatif membentuk Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan (KPPL) Karya Mandiri untuk memanfaatkan potensi hasil hutan bukan kayu di hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang diolah menjadi pangan untuk membangun usaha ekonomi produktif, dan terlibat dalam upaya melestarikan hutan TNKS. Setelah berproses, akhirnya KPPL Karya Mandiri menandatangani perjanjian kerjasama kemitraan konservasi dengan Balai Besar TNKS.
Selanjutnya, Velin berinisiatif menggerakan generasi muda dan perempuan dewasa untuk membentuk kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS) Masanang Hembiti. Selain merintis usaha yang memproduksi minyak kelapa, KUPS Masang Hembiti juga sedang merintis usaha pengembangan potensi danau untuk tujuan wisata.
Lalu, ada Rita berinisiatif menjadi paralegal karena dipicu oleh keresahannya terhadap berkurangnya luasan hutan akibat ulah perusahaan yang mengantongi ijin telah berlangsung sejak lama hingga sekarang. Berkurangnya luasan hutan tersebut telah dan akan berdampak sangat buruk bagi keberlanjutan kehidupan masyarakat, terutama perempuan di Kepulauan Mentawai.
Terakhir, Nur berinisiatif mengajak kaum perempuan untuk belajar membaca anggaran karena menyadari bahwa porsi dana yang dianggarkan oleh pemerintah desa untuk kepentingan perempuan dan pelestarian lingkungan hidup masih sangat minim, bahkan sering tidak dialokasikan.
Penyuluh Kehutanan Ahli Utama Pusat Penyuluhan KLHK Mariana Lubis mengatakan, inisiatif dari beberapa perempuan tersebut merupakan bentuk respon, bahwa perempuan merupakan korban terparah dari dampak yang diakibatkan oleh kerusakan hutan.
Lanjut dia, oleh karena itu, unit pengelola kawasan hutan dan pemerintah desa perlu mendorong dan memperkuat keterlibatan perempuan dalam upaya pengelolaan hutan, terutama perhutanan sosial. “Regulasi dan kebijakan perhutanan sosial sudah berpihak kepada perempuan,” kata Mariana. (FH)
Foto: Destriani