Banyak prediksi-prediksi yang mengatakan Artificial Inteligence atau kecerdasan buatan akan memberi banyak keuntungan di masa depan termasuk menekan emisi karbon. Namun menurut itu perlu diawasi agar tidak merugikan kehidupan umat manusia.
Demikian salah satu paparan Nezar Patria, Wakil Menteri Komunikasi dan Informasi ketika menyampaikan keynote speech pada kegiatan Green Press Community (GPC) di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Setiabudi, Jakarta, Rabu (8/11/2023).
Dia mengatakan transformasi digital dapat mengurangi emisi karbon sebesar 20%, serta mengurangi pemanfaatan sumber daya alam bagi proses produksi sebesar 90%.
Secara spesifik, Nezar menambahkan, teknologi hijau berbasis AI, kontribusinya diprediksi mencapai USD5 triliun pada tahun 2030. Selain itu, pemanfaatan AI dapat mengurangi emisi gas rumah kaca global sebesar 4%, atau setara dengan emisi tahunan yang dihasilkan Australia, Kanada, dan Jepang.
“AI dapat dimanfaatkan untuk listrik ramah lingkungan, keberlanjutan pangan, serta memberi informasi mengenai titik polusi udara, kemacetan lalu lintas hingga titik-titik pembabatan hutan dan perburuan,” terangnya.
Meski demikian, ada kekhawatiran terkait perkembangan AI yang dapat beroperasi di luar kendali manusia. Nezar mencontohkan, kekacauan di pasar bursa akibat kemampuan mesin menciptakan perintahnya sendiri.
“Kita bisa bayangkan kalau itu di skala global. Belum lagi sekarang ada autonomus weapon system, senjata-senjata yang digerakan oleh AI,” tambahnya.
Karena itu, sejumlah pihak masih mendesak adanya pengaturan-pengaturan terkait teknologi kecerdasan buatan. Upaya pengaturan itu, kata Nezar, bisa dilihat dari penyelenggaraan UK AI Safety Summit yang diadakan di Bletchley Park, Milton Keynes, Inggris, 1-2 November lalu.
The Bletchley Declaration, hasil dari pagelaran tersebut, berhasil mengumpulkan komitmen negara-negara untuk mengembangkan dan memanfaatkan AI, dengan mengedepankan keselamatan penggunanya melalui berbagai macam kebijakan.
“Kalau ini tidak diatur, berbahaya, karena dia bisa di luar kontrol manusia,” terang Nezar.
Di Indonesia sendiri, telah terdapat sejumlah kebijakan yang disebut telah mengatur tentang pengembangan AI, misalnya UU ITE serta perubahannnya, Peraturan Pemerintah tentang penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik, hingga Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi tentang penyelenggara sistem elektronik lingkup privat serta perubahannya.
Selain itu, Nezar menambahkan, perhatian Pemerintah Indonesia pada perkembangan teknologi kecerdasan buatan, bisa dilihat dari upaya menyusun pedoman etika AI.
Acara GPC, yang berlangsung hingga Kamis (9/11/2023), menghadirkan berbagai learning session, talk show, dan konferensi yang melibatkan ratusan peserta dari berbagai kalangan, termasuk pers, organisasi non-pemerintah, dan mahasiswa.
Pada hari terakhir, SIEJ, sebagai penyelenggara GPC, mengundang tiga Calon Presiden Republik Indonesia — Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto — untuk hadir menyampaikan rencana kerangka kebijakan terkait lingkungan hidup yang mereka siapkan jika terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia.