Taman Budaya Sumbar Terancam Pendirian Hotel, Apa Kabar Ruang Publik?

Sekelompok seniman dan budayawan menolak alih fungsi Taman Budaya Sumatera Barat menjadi hotel. Mereka geram dengan penyerobotan ruang budaya oleh hasrat bisnis pemerintah.

Oleh Daffa Benny*

21 Februari 2023

 

“Apa pun istilahnya peralihan fungsi atau penambahan fungsi, kita tetap tidak terima,” kata Jef Nel antara keramaian massa.

Jef Nel adalah seorang seniman yang saya temui di Taman Budaya Sumatera Barat pada Senin tanggal 13 Februari lalu. Dia mengenakan kemeja denim biru dengan beberapa kancing di dada terbuka. Bagian bawahnya menggenakan jeans potongan skinny serta sepatu boots. Pria yang kelihatannya sangat maskulin ini adalah koodinator para seniman yang malam itu menyatakan penolakan alih fungsi taman budaya menjadi hotel.

Dia mengatakan selain dari ekspresi seni tersebut, para seniman dan budayawan akan terus mengadvokasi demi menjaga status taman budaya agar tetap menjadi rumah bagi mereka dan para pecinta budaya di Sumbar. Mereka juga telah menyampaikan pernyataan sikap di hadapan Gubernur.

“Pertama kita menolak pembangunan hotel di Zona C kawasan gedung kebudayaan di area Kantor Budaya. Kedua, tuntaskan kasus hukum yang terjadi di zona B, sehingga mempunyai kepastian hukum untuk dilanjutkan kembali pembangunannya. Ketiga, kembalikan fungsi Gedung Kebudayaan seperti semula,” kata pria berkulit sawo matang ini.

Dia bersama beberapa seniman menyampaikan protes ini dalam bentuk pertunjukkan pembacaan puisi sampai orasi. Mereka menamakan diri Forum Peduli Rumah Seniman Budayawan Sumatera Barat dan mengangkat tajuk “Panggung Ekspresi Kesenian dan Orasi Kebudayaan”.

Gerakan gesit barongsai dan tabuhan-tabuhan ritmis yang mewakili kerberagaman budaya di Padang membuka acara ini. Keberagaman ini terlihat dari gadis-gadis berjilbab yang memainkan instrumennya di bawah langit cerah berbintang.

Seniman dan budayawan kemudian silih berganti menyampaikan puisi serta orasi. Tampak pada penampilan-penampilan itu perasaan marah, kecewa dan harapan. Saya menangkap ada tatapan jijik terhadap kapitalisme yang semakin lama menempatkan posisinya di atas kebudayaan hingga perlahan menyingkirkan mereka.

Sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi yang kebetulan pernah membaca sedikit kutipan tentang konsep ruang publik ala Habermas, saya membayangkan betapa sakit hatinya pria tua Jerman tersebut kalau melihat fenomena malam itu.

Euforia malam itu tampak mencapai puncaknya kala seorang pria gondrong menyanyikan tembang Rumah Kita yang dipopulerkan Ahmad Albar bersama Godbless.

“Haruskah, kita beranjak ke sana, yang penuh dengan tanya”.

Begitu sang penyanyi sedikit mengubah lirik aslinya. Sementara kawan-kawan senimannya tumpah ruah berdiri, melambaikan tangan, dan ikut bernyanyi.

Cerita lainnya: Perempuan harus rebut kesempatan mengelola hutan
Rencana Penambahan Fungsi di Tiga Zona Gedung Taman Budaya Sumbar

 

Sebelumnya diketahui Zona A berfungsi sebagai kantor Dinas Kebudayaan Sumbar. Zona B berfungsi sebagai gedung pertunjukan dan kegiatan lainnya. Namun pembangunannya masih mangkrak.

Selanjutnya pemerintah membangun Zona C untuk teater dan ruang terbuka, fondasinya sudah mulai terbangun. Namun, surat undangan untuk seniman di Sumbar dengan nomor 2661/CK-BMCKTR/2022 menyebutkan ada diskusi mengenai perubahan fungsi Zona C menjadi hotel.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumbar Medi Iswandi, dikutip dari Kompas, mengatakan desain gedung Zona A, Zona B, dan Zona C sama.

Dia mengatakan dalam perencanaan itu ada penambahan fungsi bukan peralihan fungsi. Medi bilang tidak akan menghilangkan teater kecil dan ruang terbuka dalam perencanaan sebelumnya. Selain itu akan ada penambahan dalam Gedung C berupa ballroom dan kamar-kamar. Medi juga mengakui terdapat miskomunikasi dalam sosialisasi penambahan fungsi Gedung C tersebut.

Menanggapi hal itu Jef Nel menegaskan bahwa para seniman dan budayawan tetap menolak pembangunan hotel di kawasan Taman Budaya.

Dia yakin apabila pemerintah meneruskan pembangunan hotel, maka kepentingan bisnis akan berperan lebih besar pada ruang yang seharusnya memberi lebih banyak tempat bagi ekspresi seni dan budaya. Para seniman akan tetap menolak meskipun pembangunan tetap berlangsung.

“Ini dampaknya bisa terasa sepuluh atau belasan tahun kemudian. Yang pasti para seniman sudah menyatakan sikap. Kita akan tetap menolak dengan cara kita. Kalau pembangunan hotel masih lanjut juga, nanti kita bisa lihat, siapa yang sebenarnya bersalah dalam menghancurkan kebudayaan,” ucap pegiat film dokumenter yang sarjana hukum ini dengan tatapan yakin.

Sebagai bukti keseriusan Jef menyampaikan rencana pelaksanaan diskusi mengenai persoalan ini akhir Februari di Taman Budaya. Dia akan menghadirkan beberapa mantan birokrat dalam giat itu.

“Kita para seniman butuh ruang untuk berdiskusi dan berkegiatan untuk menambah kecerdasan. Bukan berarti seniman kurang cerdas, para seniman cerdas-cerdas. Namun keberadaan ruang seperti taman budaya tentunya penting agar kecerdasan tepat sasaran,” lanjut pria berambut ikal sebahu ini.

Ia membayangkan ruang publik adalah tempat semua warga memiliki hak komunikasi yang sama. Semua hal yang menyangkut kehidupan bersama seharusnya bisa dibicarakan dengan padat makna dalam tempat yang memungkinkan kita tagak samo tinggi duduak samo randah.

Sayangnya secara praktik tidak semudah itu. Kita memang bebas berdiskusi tapi harus punya uang dulu. Setidaknya uang itu perlu untuk membayar tiket talk show atau workshop ketika mereka mengadakannya dalam ballroom hotel mewah, yang berdiri di atas bangkai Taman Budaya yang semoga saja tidak terwujud.

 

 

*Mahasiswa tahun akhir Ilmu Komunikasi Universitas Andalas konsentrasi jurnalistik. Pernah bekerja sebagai jurnalis.

 

Cerita lainnya: Perempuan yang Menyelamatkan Kucing

Traktir Penulis

Jika tertarik membaca karya penulis ini dan ingin memberikannya dukungan.

Silahkan klik tautan dibawah ini agar penulis lebih bersemangat dan produktif.

Click Here

Dukung kami untuk menghadirkan cerita, dan liputan yang mendalam terkait yang terpinggirkan.

 

Silahkan klik tautan dibawah ini.