Debat Calon Gubernur Sumbar/ Afdal

Pemilihan Gubernur Sumatera Barat dan Dilema Rekam Jejak Calon Kepala Daerah Dalam Pengelolaan Lingkungan 

 

Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat 2024 sudah mulai dengan dua pasang kandidat. Tanggal 27 November ini warga akan mencoblos satu dari dua pasang kandidat ini. 

 

Kandidat pertama Mahyeldi-Vasko Ruseimy. Mahyeldi merupakan petahana. Mereka diusung lima partai yang mencakup PKS, Gerindra, Demokrat, Partai Bulan-Bintang dan Perindo. Total suara hasil pemilu anggota DPRD Provinsi Sumbar 2024 sebanyak 1.200.925 suara.

 

Dalam salah satu poin misi Mahyeldi-Vasko ada yang mengusung Sumbar lumbung pangan nasional dan ekonomi hijau. Misi tersebut mencakup poin alokasi anggaran 10% APBD pada sektor pertanian untuk peningkatan produksi, hilirasi dan asuransi usaha tani guna meningkatkan pendapatan petani. Selanjutnya pendayagunaan perhutanan sosial, untuk kesejahteraan rakyat dan pelestarian lingkungan. 

 

Pasangan ini juga menyebut terkait mengutamakan penggunakan energi baru terbarukan. Terakhir menyebutkan pengelolaan sampah bernilai ekonomi atau circular economy.

 

Kandidat kedua adalah Epyardi Asda- Ekos Albar. Epyardi sebelumnya Bupati Solok dan Ekos yang sebelumnya Wakil Walikota Padang. Pasangan ini diusung enam partai yang mencakup PAN, Golkar, NasDem, PDI Perjuangan, Partai Gelora dan Partai Buruh. Total suara sah mereka 1.241.170.

 

Mengusung visi membangkik batang tarandam menjadikan Sumatera Barat menjadi Provinsi Terbaik di Sumatera pasangan ini membuat 10 misi. Salah satu misinya menyebut kata lingkungan. Yaitu mewujudkan percepatan pembangunan infrastruktur yang adil, merata dan berwawasan lingkungan melalui anggaran berbasis kebutuhan rakyat.

 

Selain itu pada poin keempat ada misi percepatan transformasi ekonomi yang berkelanjutan melalui sektor pertanian, perkebunan dan perikanan modern, UKM, perindustrian dan perdagangan berwawasan lingkungan.

 

Petahana: Mengutamakan Ekonomi, Lingkungan Terabaikan

 

 

Wengki Putranto, Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Barat, mengungkapkan bahwa pemilihan gubernur kali ini menjadi dilema besar bagi masyarakat yang memprioritaskan isu-isu lingkungan. Petahana yang telah menjabat selama satu periode, dinilai lebih fokus pada pertumbuhan ekonomi daripada perlindungan lingkungan. Beberapa kebijakan yang diambil selama masa jabatannya memperlihatkan pola ini dengan jelas.

 

 

Salah satunya adalah proyek pembangkit listrik tenaga surya di Danau Singkarak. Meskipun mendapat penolakan keras dari warga setempat, petahana tetap memberi rekomendasi pembangunan proyek tersebut tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan yang lebih luas. Selain itu, proyek perkebunan di Air Bangis yang mengakibatkan konversi hutan secara besar-besaran dan kerusakan alam yang parah juga menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap kelestarian alam.

 

 

Tak hanya itu, masalah pertambangan ilegal di berbagai wilayah seperti Solok yang masih marak, semakin mempertegas bahwa petahana lamban dalam menanggapi aktivitas yang merusak lingkungan. Dalam banyak kasus, proyek-proyek besar yang disetujui oleh pemerintah provinsi terkesan mengabaikan kajian lingkungan yang memadai dan suara masyarakat yang menentang.

 

 

Kandidat Penantang: Visi yang Belum Terbukti

 

 

Sementara itu, kandidat penantang meskipun menawarkan visi berbeda, juga memiliki catatan yang perlu diperhatikan. Meskipun belum berpengalaman sebagai kepala daerah, beberapa sikap yang ditunjukkan selama kampanye mencerminkan dukungannya terhadap proyek-proyek energi terbarukan, seperti pemanfaatan energi geothermal. Namun, belum ada bukti yang meyakinkan bahwa dia memiliki komitmen kuat untuk memastikan proyek tersebut berkelanjutan dan ramah lingkungan.

 

 

Selain itu, meski mendukung pembangunan infrastruktur dan pariwisata, kandidat ini belum menunjukkan visi yang jelas dalam mengelola tata ruang secara berkelanjutan, yang menjadi isu penting dalam pembangunan jangka panjang di Sumbar.

 

 

Perbandingan Kedua Kandidat

 

 

Membandingkan kedua kandidat, baik petahana maupun penantang, keduanya menunjukkan kelemahan dalam pengelolaan lingkungan. Petahana lebih cenderung memprioritaskan pertumbuhan ekonomi jangka pendek yang seringkali mengorbankan kelestarian alam. Sementara itu, kandidat penantang meskipun memiliki retorika yang lebih ramah lingkungan, masih belum menunjukkan bukti konkret tentang komitmen mereka terhadap keberlanjutan lingkungan.

 

 

Pekerjaan Rumah Pemerintah Provinsi Sumbar untuk Lingkungan Hidup Menumpuk

 

 

Pemilihan Gubernur Sumatera Barat 2024 menjadi momentum penting untuk menentukan arah pembangunan provinsi ini. Masyarakat harus cerdas dalam memilih pemimpin yang tidak hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memiliki komitmen nyata untuk melindungi lingkungan dan memastikan keberlanjutan bagi generasi mendatang.

 

 

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Indira Suryani mengatakan para calon pimpinan daerah belum melihat persoalan lingkungan hidup sebagai prioritas. “Dilihat dari visi misi dan kampanyenya belum ada yang benar-benar serius menganggap ada persoalan lingkungan, krisis iklim dan transisi energi serta bencana secara spesifik,” katanya.

 

 

Akademisi dan Ulama: Pikirkan lingkungan Hidup dan Mitigasi Bencana Sumbar

 

 

Raichul Amar (76) seorang pendakwah dan akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) IMam Bonjol Padang yang sempat meraih kalpataru pada tahun 2000 mencatat delapan poin yang harus diperhatikan generasi muda dalam memilih dalam gelanggang pemilihan pimpinan daerah 2024 ini.

 

“Pilih calon kepala daerah (cakada) yang punya visi misi konkret dan jelas tentang lingkungan hidup,” katanya.

 

Dia memberi catatan terkait potensi ekonomi pertanian yang jangan terlalu dilanda oleh yang non pertanian. “Dengan demikian jangan terlalu diporsir pengembangan ekonomi yang punya risiko alih fungsi lahan,” katanya. 

 

Selain itu menurutnya Sumbar adalah daerah yang tata ruangnya memiliki beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS). “Bergurulah pada longsor dan banjirnya Lembah Anai yang sering terjadi dan berulang,” katanya.

 

Dia mengatakan perubahan Lembah Anai dari yang sudah dirancang Tuhan sedemikian idealnya menjadi areal perekonomian, pemandian apalagi industri yang tidak punya analisis dampak lingkungan, hanya akan berakibat bencana alam sebagai dampak dari mata rantai alih fungsi lahan. 

 

“Jadi kalau perlu areal-areal yang tetap mempertahankan areal tata ruangnya masing0masing seperti yang sudah dirancang Tuhan, jangan terlalu diforsir untuk perencanaan areal perekonomian dan non-pertanian,” katanya.

 

Menurutnya pertumbuhan penduduk Sumbar yang berbanding lurus dengan pertumbuhan penduduk secara nasional, tetap dilandasi kesyukuran. 

 

“Saya sering bermimpi para pimpinan daerah memberikan semacam penghargaan dan perhatian terhadap pribumi yang tetap mempertahankan areal persawahan atau pertanian mereka seperti yang telah ada sejak dulu kala,” katanya.

 

“Jadi apabila ada proyek atau kegiatan yang berdampak terhadap tata ruang yang sudah ada, lakukan kajian dan analisis mendalam,” katanya.

 

Dia menegaskan jangan ada tata ruang yang diubah oleh tata kepentingan. “Apalagi karena tergoda oleh janji tata ruang,” katanya.

 

Mitigasi Bencana di Sepadan Sungai

 

Mitigasi bencana pun jadi sorotan ketika terjadi banjir bandang yang membuat meninggal puluhan orang karena lahar dingin di Agam dari Marapi. Sumber ekonomi masyarakat rusak, korban jiwa berjatuhan. Padahal peringatan untuk mengantisipasinya sudah disuarakan beberapa organisasi beberapa tahun sebelumnya. Namun setelah kejadian ini pemerintah baru mengeluarkan kebijakan untuk mitigasi bencana dengan membuat bendungan.

 

Nofi Yendri Sudiar selaku Kepala Research Center for Climate Change (RCCC) Universitas Negeri Padang mengatakan Sumatera Barat (Sumbar) umumnya memiliki pola hujan ekuatorial.

 

“Dua puncak hujannya sepanjang tahun ada pada bulan-bulan Maret-April dan Oktober-November. Ini November ini waspada karena puncak tertinggi curah hujan sepanjang tahun di Kota Padang dan Sumbar Pada Umumnya.

 

Dia mengatakan apa buktinya curah hujan Sumbar itu besar. “Sungai-sungai kita itu lebar-lebar. Artinya dia sering menampung intensitas air hujan yang cukup besar sepanjang tahun. Salah satunya (sungai) yang ada di lembah anai itu, kan besar itu. Artinya dalam catatan sejarah itu terisi oleh air semuanya,” katanya.

 

Pilah Pilih Pemimpin dan 10 Tuntutan Tokoh dan Anak Muda

Beberapa kelompok anak muda yang Universitas Negeri Padang mengadakan adu gagasan antara dua calon gubernur dengan tema Pembangunan Berkelanjutan, Perubahan Iklim, energi Bersih Berkeadilan dan Mitigasi Bencana. Mereka melihat bumi sedang kritis dengan kondisi Sumatera Barat yang mengalami banjir bandang dan longsor berulang, bahkan pada Maret 2024 harus ada evakuasi 70.000 orang serta kerusakan besar pada pemukiman dan lahan pertanian. Mereka memandang perlunya mitigasi bencana yang serius dan berbasis lingkungan.

 

Selain itu mereka juga melihat polusi udara dari PLTU Ombilin dan Teluk Sirih yang berdampak buruk pada kesehatan masyarakat. Masyarakat yang terpapar debu batubara yang berdampak pada kesehatan masyarakat menjadi masalah yang berlarut-larut. Terakhir eksploitasi lahan di Gunung Talang yang dijadikan tempat proyek geotermal menganca keberlangsungan hidup masyarakat terutama petani. Proyek ini menurut mereka menunjukkan kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan sehingga berisiko menciptakan ketidakadilan.

 

Beberapa perwakilan ulama dan mahasiswa melayangkan 10 tuntutan untuk para pimpinan daerah yang sedang bertarung di gelanggang politik praktis ini. “Gagasan adu gagasan ini diinisiasi oleh Pilahpilih dan LBH Padang yang merumuskan,” kata Diki Rafiqi selaku Koordinator Advokasi LBH Padang.

 

Pertama, berkomitmen pada prinsip keadilan sosial dan lingkungan. Calon peimpin harus memastikan bahwa proyek pembangunan tidak merampas ruang hidup masyarakat atu menyebabkan kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan.

 

Kedua, menghentikan penggunaan energi fosil dan mengembangkan energi bersih berkeadilan. Penggunaan energo fosil seperti batubara harus dihentikan segera. Sumatera Barat harus beralih ke energi terbarukan dan ramah lingkungan. Pemimpin juga harus berkomitmen untuk mengembangkan energi bersih yang berkeadilan, sehingga masyarakat yang terdampak tidak dirugikan dan dilibatkan dalam transisi energi.

 

Selanjutnya mengatasi potensi bencana alam dan melakukan mitigasi. Calon pemimpin harus segera mengambil langkah mitigasi bencana alam yang lebih efektif. Terutama untuk wilayah rentan seperti Agam, Tanah Datar dan Pesisir Selatan. Kasus banjir bandang dan longsor di wilayah-wilayah ini menunjukkan perlunya kebijakan yang lebh serius dalam emnangani bencana terkait perubahan iklim.

 

Keempat, melindungi bentang alam dan hutan dari eksploitasi. Eksploitasi lahan dan hutan Sumatera Barat seperti Hutan Adat Mentawai dan kawasan Air Dingin Kabupaten Solok harus dihentikan. Peimpin harus berkomitmen untuk melakukan rehabilitasi ekosistem dan menjaga keberlanjutan lingkungan, demi melindungi masyarakat adat yang bergantung pada hutan dan lahan tersebut.

 

Kelima, menangani masalah polusi udara. Masalah polusi udara yang disebabkan PLTU Ombilin dan Teluk Sirih harus segera diatasi. Dampak kesehatan yang ditimbulkan, seperti gangguan pernapasan pada masyarakat memerlukan perhatian serius dan langkah kkonkret dari calon pemimpin.

 

 

Mereka juga membuat tuntutan untuk pengelolaan dan perlindungan danau-danau di Sumatera Barat, partisipasi masyarakat dalam setiap proyek energi, pemberantasan korupsi di sektor energi, pengembangan kebijakan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim dan penegakkan prinsip HAM dalam setiap kebijakan.

 

 

Selanjutnya Pengelolaan dan Perlindungan Danau-Danau di Sumatera Barat. Mulai dari Danau Maninjau, Danau Singkarak, dan Danau Atas-Bawah harus dikelola dengan prinsip keberlanjutan, dan proyek-proyek yang berpotensi merusak ekosistem danau tersebut harus dihentikan. Masyarakat lokal harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya alam ini.

 

 

Ketujuh, Partisipasi Masyarakat dalam Setiap Proyek Energi. Setiap proyek energi, termasuk geothermal dan pembangkit listrik tenaga air, harus melibatkan masyarakat dalam setiap tahap pengembangannya. Ini penting untuk memastikan bahwa tidak ada pelanggaran HAM selama pelaksanaan proyek, sejalan dengan nilai-nilai musyawarah dalam adat Minangkabau.

 

 

Kedelapan, pemberantasan Korupsi di Sektor Energi. Korupsi dalam proyek-proyek energi harus diberantas. Calon pemimpin harus memastikan bahwa setiap proyek energi dijalankan dengan transparansi penuh, untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk segelintir pihak.

 

 

Kesembilan, Pengembangan Kebijakan Mitigasi dan Adaptasi terhadap Perubahan Iklim. Kebijakan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim harus dikembangkan dengan melibatkan masyarakat dan berfokus pada perlindungan lingkungan. Bencana alam yang sering terjadi harus menjadi prioritas kebijakan daerah.

 

 

Terakhir, penegakan Prinsip HAM dalam Setiap Kebijakan. Setiap kebijakan pembangunan harus menjunjung tinggi prinsip Hak Asasi Manusia, memastikan kesejahteraan dan keamanan masyarakat, serta menghormati adat dan syariat Islam yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Minangkabau.



 

Oleh: Tim Redaksi Roehana Project

 

Dukung kami untuk menghadirkan cerita, dan liputan yang mendalam terkait yang terpinggirkan.

 

Silahkan klik tautan dibawah ini.