Oleh: Virtuous Setyaka*
15 Juli 2023
Penciptaan masyarakat kooperatif di dunia dapat ditelusuri sampai dengan kisah tentang para Penenun Fenwick yang dibentuk pada tahun 1761. Masyarakat awal cenderung beroperasi secara terpisah dan tidak bersatu untuk membentuk gerakan hingga awal abad ke-19, selama revolusi industri.
Industrialisasi kemudian membawa pertumbuhan kota yang cepat dan lebih sedikit orang yang memproduksi pangan mereka sendiri. Pada masa itu, anak-anak dikorbankan menjadi pekerja, eksploitasi dan kemiskinan merajalela.
Robert Owen dianggap sebagai pendiri Gerakan Koperasi, karakternya dibentuk oleh pengaruh lingkungan seperti itu, kesempatan pendidikan, dan kondisi kerja yang buruk. Dalam catatan Working Class Movement Library ide Owen diambil oleh William King of Brighton, yang mendirikan majalah bulanan The Cooperator pada tahun 1827, mendesak pembentukan koperasi lokal kecil untuk mengatasi kemiskinan.
Sudah beredar di berbagai WhatsApp Group (WAG) perkoperasian di Indonesia bahwa peringatan Hari Koperasi Nasional ke – 76 pada tahun 2023 tepatnya pada tanggal 12 – 15 Juli, akan dipusatkan dan diselenggarakan di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Artikel ini ditulis tidak hanya dimaksudkan untuk menyambut hal tersebut.
Namun sebelumnya diniatkan menjadi catatan dalam merespon diskusi Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat (KMSS) yang sudah menyelenggarakan serangkaian diskusi untuk berkoperasi sejak akhir tahun 2022 sampai awal tahun 2023. Selain itu, sebagai sebuah bahan refleksi untuk terus berkoperasi sebagai masa depan kehidupan bersama di masa depan, bukan hanya di sektor ekonomi, namun juga sosial, budaya, dan politik.
Melihat Kembali Definisi Koperasi
Koperasi secara awam dipahami sebagai sebuah organisasi ekonomi yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melaksanakan kegiatannya berdasar prinsip koperasi, sehingga sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Sedangkan Aliansi Koperasi Internasional atau International Cooperative Alliance (ICA), organisasi koperasi non-pemerintah yang didirikan pada tahun 1895 untuk menyatukan, mewakili, dan melayani koperasi di seluruh dunia; mendefinisikan koperasi sebagai asosiasi otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya bersama melalui perusahaan yang dimiliki bersama dan dikendalikan secara demokratis.
Menurut penulis, koperasi adalah gerakan sosial, ekonomi, budaya, dan politik untuk kehidupan masyarakat yang kolektif dan lebih baik di masa depan.
Genealogi, silsilah, atau nasab adalah kajian tentang keluarga dan penelusuran jalur keturunan serta sejarahnya. Genealogi merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari asal usul sejarah dan warisan budaya suatu bangsa (Endraswara, 2009).
Mohammad Bahiraee dari Barg-e-No Research Cooperative dan Rah-e Roshd Educational Cooperative, Iran; menulis A Genealogy of the Cooperative, mengilustrasikan kekayaan sejarah gerakan koperasi di Iran. Buku ini adalah rujukan sistematis ke dokumen sejarah dan bukti untuk merekonstruksi jalan yang telah mengarah ke hari ini, meninjau kembali yang lama menjadi penting karena akan mengungkap kapasitas sejarah dan tradisi yang selama ini menjadi representasi kehidupan kolektif (Singh, 2020).
Warisan Budaya Minangkabau untuk Sumatera Barat dan Dunia
Sumatera Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia yang merupakan bagian dari Pulau Sumatera dengan mayoritas penduduk dan pengaruh budaya yang dominan adalah Minangkabau, meskipun ada Mentawai, Jawa, Batak, Nias, dan sebagainya. Bukan hanya suku bangsa yang domestik atau dari dalam Indonesia, bahkan di Sumatera Barat sampai saat ini juga terdapat kelompok masyarakat keturunan Tionghoa, Arab, India, dan lainnya yang secara agama pun berbeda-beda. Keragaman itu seharusnya menjadi salah satu kekayaan dan keistimewaan, bukan justru diarahkan sebaliknya menuju penyeragaman.
Diantara warisan budaya Minangkabau yang relevan dengan spirit dan nilai berkoperasi adalah sistem kepemilikan atas sumber daya produksi terutama tanah sebagai properti sosial, sistem kekerabatan dan tanggung jawab sosial dalam berkeluarga dan bermasyarakat, sistem tata kelola kehidupan bersama atau pemerintahan dengan pembagian posisi dan peran masing-masing, sistem pengambilan keputusan dalam kehidupan bersama, dan sistem kedaulatan pangan yang sesungguhnya sudah sangat maju dan seharusnya dipertahankan bahkan dibudidayakan.
Sistem kepemilikan atas tanah yang disebut ulayat di Minangkabau dicirikan dengan ketiadaan kepemilikan pribadi atau individual. Pembagian atas tanah lebih ditekankan pada kegunaannya sebagai pusako tinggi dan pusako randah, bukan pembagian kepemilikan orang per orang karena semua dimiliki bersama atas nama kaum.
Ketika sampai saat ini di Sumatera Barat muncul penolakan sertifikasi tanah atas nama pribadi atau individual, seharusnya dipahami secara wajar karena pada dasarnya masyarakat Minangkabau adalah komunal.
Sistem kekerabatan dan tanggung jawab sosial dalam hal ini merujuk pada keberadaan anak dijunjuang kemenakan dibimbiang, anak dan keponakan atau seluruh keturunan harus dijamin pendidikan mereka dengan baik melalui rumah gadang, surau, lapau, dan rantau. Empat hal ini adalah pembagian ruang kehidupan sekaligus pembabakan masa hidup setiap generasi yang mengalami pendidikan sepenuh kasih sayang dari sejak lahir atau bayi menjadi anak-anak di rumah besar.
Kemudian dari sejak kanak-kanak sampai remaja belajar di surau untuk keagamaan dan pertahanan diri dengan belajar mengaji dan silat. Dari remaja sampai dewasa, orang Minang akan berinteraksi di lapau di mana setiap informasi diterima dan diolah menjadi strategi hidup bersama. Terakhir, pendewasaan urang awak adalah merantau ke pusat-pusat peradaban dunia untuk memajukan diri dan kampung halaman di ranah Minang.
Sistem tata kelola kehidupan bersama atau pemerintahan diselenggarakan dengan adanya Kerapatan Adat Nagari (KAN) yang disebut sabagai tungku tigo sajarangan tigo tali sapilin yang terdiri dari penghulu atau ninik mamak, alim ulama, dan cadiak pandai. Sistem kepemimpinan di Minangkabau ini kemudian juga dikenal memiliki sistem pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat. Sedangkan sistem kedaulatan pangan atau sistem ketahanan masyarakat dikenal dengan adanya rangkiang, lumbung padi yang dimiliki oleh kaum dan digunakan untuk menyimpan padi dan bahan pangan lainnya ketika panen tiba serta dibangun di halaman rumah gadang.
Keseluruhan warisan budaya Minangkabau tersebut dan segala aspek yang mungkin belum cukup untuk diuraikan kembali di sini, seharusnya dipahami sebagai modal dasar sosial yang kuat dengan semangat selaras alam. Bukan hanya untuk orang-orang Minang saja, tapi untuk Sumatera Barat, untuk Indonesia, bahkan untuk dunia.
Kebesaran, keluhuran, dan keagungan itu akan teruji nyata tidak hanya pada ruang-ruang yang sempit (bilik ketek) saja, namun pada ruang-ruang yang luas (bilik gadang). Ruang sempit hanyalah arena menyusun strategi dan taktik bagi orang-orang terpilih, sedangkan ruang luas menjadi arena yang nyata bahwa keselarasan pada alam semesta bersifat mendunia atau global.
Bapak Koperasi Indonesia dan Bapak-Bapak Lainnya untuk Nusantara
Salah satu keistimewaan namun sekaligus bisa menjadi beban sejarah bagi masyarakat Sumatera Barat adalah memiliki tokoh-tokoh besar di tingkat nasional. Ada nama-nama besar seperti Tan Malaka sebagai Bapak Republik Indonesia, Sutan Sjahrir sebagai Bapak Diplomasi Indonesia, dan tentu saja Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Ketiganya bahkan hanya sebagian dari tokoh-tokoh yang identik dengan Minangkabau atau Sumatera Barat selain nama-nama besar lainnya dalam sejarah dan dinamika kebangsaan Republik Indonesia.
Tan Malaka adalah putra Lima Puluh Kota atau Payakumbuh yang sangat fenomenal bukan hanya di tingkat nasional, namun juga internasional semasa hidupnya bahkan sampai dengan kematiannya yang kontroversial. Koperasi tidak hanya berkaitan dengan Bung Hatta, tetapi juga idealisme Tan Malaka yang secara gamblang menyebut koperasi sebagai alat gerilya ekonomi untuk melawan kapitalisme yang dikomandoi oleh borjuis internasional dalam Gerilya Politik Ekonomi (Gerpolek) yang diterbitkan tahun 1948.
Pemikiran Tan Malaka tentang Koperasi sebagai gerilya ekonomi masih relevan saat ini, dapat diambil pelajaran bahwa kemajuan koperasi sangat berkaitan erat dengan disiplin Sang Gerilya atau pimpinan koperasi dan anggota yang dipimpin. Disiplin yang dimaksud adalah taat azas dengan keputusan yang telah ditetapkan dan tidak mengambil kebijakan sendiri-sendiri tanpa musyawarah dengan anggota koperasi. Disiplin itu hanya dapat dibangun dengan komitmen untuk maju bersama melawan penindasan ekonomi (Nupin, 2022).
Sutan Sjahrir, orang pertama yang mengajukan pandangan politik ganda yakni demokrasi dan revolusi (Robert, 2021), identik dengan Padang Panjang sebagai salah satu tempat persinggahan semasa kecilnya. Gagasan Sjahrir juga melahirkan demokrasi, ekonomi kerakyatan, kemanusiaan, keadilan, dan kesejahteraan (Anwar, 2021). Sutan Sjahrir bersama jaringannya pada saat itu, yaitu jaringan eks anggota Pendidikan yang membangun Koperasi Rakyat Indonesia di Jawa Barat, dengan tujuan terselubung mempersiapkan rakyat menyambut kemerdekaan. Di Bandung, koperasi ini disingkat Korindo, di Cirebon disebut KRI (Tempo edisi khusus “Sjahrir”).
Bung Hatta adalah seorang Proklamator sekaligus Wakil Presiden pertama Republik Indonesia dan sangat identik dengan Dwi Tunggal bersama Bung Karno, dan akhirnya juga diakui dan dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Meskipun bukanlah pelopor berdirinya koperasi di negeri ini, gelar tersebut diterima oleh Bung Hatta pada 17 Juli 1953 pada Kongres Koperasi Indonesia di Bandung. Bung Hatta mendapat gelar sebagai Bapak Koperasi berkat perannya dalam memajukan koperasi di Indonesia karena banyak memberikan ceramah serta menulis berbagai karangan dan buku-buku ilmiah mengenai ekonomi dan koperasi. [bersambung]
*Dosen HI FISIP Universitas Andalas dan Ketua Umum Koperasi Mandiri dan Merdeka (KMDM)