Melihat Skena Musik Padang Menjawab Seberapa Penting Integritas dalam Ekosistem Mereka 

Jaka HB

13 April 2023

 

Selang waktu seminggu ada banyak pembicaraan soal skena musik di Padang. Pertama soal musisi yang mencari nafkah di kafe-kafe sepanjang taplau yang mendapat peluit berupa Surat Edaran Pemerintah Kota Padang agar tidak bermain selama bulan Ramadan. Mereka geram dan meminta bantuan Lembaga Bantuan Hukum Padang untuk mendampingi datang ke kantor walikota. Mereka diskusi perihal nasib asap dapur masing-masing.

Diskusi mengeluarkan kenyataan-kenyataan bahwa kejadian ini berulang tiap tahun. Mereka mengatakan akan menghentikan lagunya saat adzan dan orang beribadah. Namun Satpol PP kota tetap menghentikan mereka. Bahkan ada instrumen mereka yang diangkat saat bermain di tempat yang legal. Padahal pada rentang waktu yang sama perhelatan musik juga dilakukan di tempat lain dan diizinkan pemerintah, tempatnya di halaman rumah ibadah umat muslim juga. Mereka bingung apa maunya pemerintah.

Adalah Pelita yang menyelenggarakan diskusi yang bertujuan mencari jalan tengah antara musisi dan pemerintah daerah, padahal menurut saya tidak perlu ada jalan tengah. Sebab menurut LBH Padang surat edarannya juga banyak kecacatan. Seperti mencari-cari pekerjaan saja.

Beranjak Menuju Ruang Sarga

Rabu pagi tanggal 12 April 2023 masuk pesan WhatsApp dari Uyung Hamdani, seorang fotografer dokumenter setempat. “Pergi nanti ke Ruang Sarga,” katanya. Saya tanya balik sarga mana? Saya kira semacam sindiran mau pergi ke surga atau tidak. Cuaca panas membuat pikiran saya menguap bersama akal sehat. Membolak-balik jadwal imsakiyah juga terasa tidak berguna. Melihat Google Trend kemudian yang memosisikan pencarian paling atas soal musik: apa hukumnya mendengarkan musik saat berpuasa.

Setelah putar-putar linimasa saya baru ingat sudah menandai postingan akun Instagram Gigs Padang. Ada diskusi soal integrasi skena musik Padang. Tempatnya di Ruang Sarga, belakang rel kereta api Tabing. Lantas saya melanjutkan membaca-baca lagi sekalian menunggu maghrib.

Ruang bincang bertajuk Seberapa Penting Integritas Musik di Padang ini menghadirkan pemantik dari Esha Tegar Putra sebagai arsiparis, Ahmad Hafidz dari PCCF Padang, Rama dan Aditya dari pelaku seni Universitas Negeri Padang, Eghip Kurniawan dari Wajicreator-Swarnaland, Ronny Nolsin selaku penyiar yang juga dari Menace Space dan Uswatul Hakim selaku akademisi sekaligus musisi. Sayangnya Esha Tegar berhalangan untuk hadir. 

Saya lantas berangkat dari Siteba pukul 19.00 WIB, makan di warung 86 yang harganya mulai stabil, isi bensin dan langsung berangkat ke Ruang Sarga. Saya sempat sesat. Seorang bapak bertanya pada saya saat sibuk mengutak-atik google maps. 

“Mau kemana dik,” kata bapak yang mengenakan kaos putih dan sarung. 

“Mau cari Ruang Sarga pak, kafe gitu”.

“O sudah betul kesitu tadi. Paja tu lah wak bilang agiah palang ndak diagiahnyo,(anak tu sudah saya bilang kasih palang belum juga dikasihnya),” katanya sembari bergumam.

Saya ketawa kecil saja. Lantas saya menuju Ruang Sarga, beruntung acara belum mulai dan saya memesan kopi sanger. Mau membakar rokok tapi menunggu anak-anak yang ada di ruangan itu keluar. Tapi ya sudahlah.

Pentingnya Aktor Sosial Penghubung

Sembari menikmati manisnya minuman hangat saya, Akbar Nicholas selaku moderator membuka diskusi. Musisi metal berambut gondrong ini membacakan beberapa baris soal acara apa ini dan mengapa menyelenggarakannya. Selain itu juga mudah-mudahan harapannya bisa mempertemukan banyak pelaku skena musik di Padang. 

Lantas dia bertanya pada pemateri seberapa pentingkah integritas bagi para pelaku tersebut. Akbar kemudian memberikan Pelantang Ronny.

Ronny Nolsin mengatakan untuk pertumbuhan skena menurutnya penting ada integrasi. Meskipun menurutnya ada yang perlu dilengkapi dalam proses integrasi ini. Dia mengatakan dalam fenomena sosial harus ada aktor sosial yang mendorong adanya integrasi antar komunitas. Jenisnya kata Ronny banyak seperti manajer atau yang punya kualitas tertentu dan punya satu visi.

Ronny mencontohkan Menace Space yang sudah pernah mengadakan gigs kecil antara band luar Padang dengan yang dari kota itu. Bagi Ronny kalau Menace Space saja yang bergerak itu tidak mungkin, harus ada pelaku yang menghubungkan satu komunitas dengan komunitas lain.

Dia menyebut beberapa nama di Menace Space dan punya visi yang sama dengan antar komunitas. Meskipun begitu menurut Ronny itu hal sulit. “Kalau ingin ada integritas antar komunitas itu PR yang panjang,” katanya.

Pria berbaju abu-abu ini kemudian mengatakan kota ini kekurangan perantara antar komunitas. “Pelakunya tidak ada menurut saya. Mungkin ini yang menyebabkan di Padang sangat bullshit untuk berintegrasi, apalagi bicara untuk profit. Kalau menurut saya karena tidak ada aktor sosial itu,” katanya.

Aditya Rahman mahasiswa Program Studi Musik UNP dan unit kegiatan Diskresi mengatakan konsistensi menjadi nilai penting bagi semua elemen dalam ekosistem musik di kota ini. “Harus ditanamkan ke seluruh elemen terkecil ekosistemnya,” katanya.

Selain itu menurut pria yang menggunakan kemeja putih ini masing-masing komunitas belum saling terbuka. 

Skena Musik Lokal Perlu Lebih Terbuka

Eghip dari Swarnaland mengatakan pihaknya yang juga berperan sebagai Even Organizer juga turun memberikan ruang pada skena lokal untuk mengisi konser-konser. Meskipun menurutnya itu belum banyak. 

Dia menyampaikan juga bagaimana pemain lokal juga seharusnya tahu apa kebutuhannya masing-masing dan turut mengkomunikasikannya dengan penyelenggara even. Eghip menyampaikan beberapa hal teknis yang menjadi otokritik terhadap pegiat musik.

Meskipun begitu Ronny mengatakan ada beberapa band nasional yang menutup ruang untuk berdampingan dengan band lokal. Seperti Raisa misalnya. 

Selain itu Ronny menambahkan pelaku skena di Padang perlu banyak kolaborasi dengan orang-orang di luar skena misalnya dengan jurnalis musik dan semacamnya. 

Hakim yang merupakan akademisi mengatakan bunyi, untuk kata ganti musik, hari ini hanya sebagai pengiring kata. “Kita datang bukan untuk mendengar karya musisinya tapi lebih ke pengiring kita berbincang dan semacamnya,” katanya.

Selain itu dia mengatakan para personel yang memainkan bunyi ini juga harus bahagia. Tidak hanya membahagiakan orang lain. Sepertinya ini sama dengan salah satu tanggapan peserta yang mengatakan pegiat skena butuh apresiasi yang lebih.

Diskusi Pentingnya Interigtas Skena Musik Padang di Ruang Sarga, pada Rabu 12 April 2023/ Jaka HB
Diskusi Pentingnya Interigtas Skena Musik Padang di Ruang Sarga, pada Rabu 12 April 2023.

Musisi Masih Mencari Solusi Integritas Skena Musik

Salah satu peserta diskusi dan juga pelaku skena bernama Sukun mempertanyakan integrasi yang dimaksud oleh para pembicara. “Kami hanya mendengar bagaimana integritas secara pribadi, bukan untuk skena,” katanya.

Dia mempertanyakan bagaimana integritas skena ini secara esensi. Sukun, pria kurus berkacamata ini membuyarkan kata-kata dengan emosi meletup-letup. “Persoalannya bagaimana nasib kami di skena ini, bukan tentang apa yang sudah kalian lakukan,” katanya. Setidaknya begitu yang saya tangkap dari luar ruangan.

Ada peserta lain mereka perlu solusi. Mereka mengatakan walaupun ada pembedaan musisi lokal dengan dari Jakarta, menurut mereka Padang punya banyak orang yang berkualitas.

Akbar mengatakan tujuan dari Bincang Skena ini bertujuan untuk membangun sinergitas dan pembekalan berlandaskan asas akselerasi perkembangan terhadap masyarakat penyangga ekosistem musik di Padang.

“Mulai dari praktisi dari promotor, vendor organizer media hingga pelaku musik , akademisi, pemerhati dan umum. Diselenggarakan secara kolaboratif, santai dan terarah, dan diarsipkan dalam bentuk video highlight, foto dan tulisan yang kemudian didistribusikan. Dengan harapan dapat digunakan sebagai acuan untuk program-program diskusi musik di Sumatera Barat,” katanya.

Mudah-mudahan titik terang bagi kawan-kawan skena musik Padang! 

Dukung kami untuk menghadirkan cerita, dan liputan yang mendalam terkait yang terpinggirkan.

 

Silahkan klik tautan dibawah ini.