Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang membuka Posko Bantuan Hukum Khusus Isu Kebebasan Sipil dan Politik untuk masyarakat sipil di Sumatera Barat, pada Kamis (25/1/2024).
Calvin Nanda Permana sebagai penanggungjawab Isu Kebebasan Sipil dan Politik LBH Padang mengatakan pembukaan posko ini berdasarkan situasi penyempitan ruang sipil dan politik yang semakin kuat.
Dia menjelaskan fungsi posko ini dapat dipergunakan untuk pendampingan kasus terhadap masyarakat yang menjadi korban penyempitan ruang kebebasan sipil dan politik. Selain itu juga untuk pemantauan menyampaikan pendapat di muka umum, edukasi kebebasan sipil dan politik, konsultasi kasus yang berdimensi kebebasan sipil dan politik, melakukan advokasi terhadap ruang gerak dan hak-hak masyarakat sipil di ranah publik.
Calvin berharap Posko Bantuan Hukum Khusus Isu Kebebasan Sipil dan Politik ini menjadi jawaban dan jaminan terpenuhinya hak-hak sipil dan politik masyarakat.
“Posko Bantuan Hukum ini terbuka untuk umum, setiap rakyat yang merasa hak-hak sipil dan politiknya terancam, bebas datang untuk mengadukan apapun permasalahan penyempitan kebebasan sipil dan politik yang mereka alami dan akan kami dampingi,” kata Calvin, Kamis (25/1/2024).
Lonjakan Kasus 2023
Sepanjang tahun 2020-2023 LBH Padang mencatat telah terjadi 17 kasus penyempitan ruang kebebasan sipil di Sumatera Barat.
Mulau dari tipologi kasus penangkapan pembela HAM, kekerasan terhadap pembela HAM, pembubaran massa aksi, kriminalisasi petani dan penghalangan kerja-kerja pers. Menurut Calvin Kasus-kasus ini akan menjadi alarm dan pertanda ruang kebebasan sipil di Sumatera Barat semakin menyempit.
Dari kasus 17 kebebasan sipil dan politik, ada sebanyak 1821 korban kasus kebebasan sipil politik yang terdiri dari 756 perempuan dan 1065 laki-laki. Tipologi korban dari kebebasan sipil politik yaitu penangkapan massa aksi sebanyak 271 korban, kriminalisasi petani 31 korban, kekerasan terhadap pembela HAM 17 korban, pembubaran paksa massa aksi 1500 korban dan penghalang kerja-kerja pers 2 korban.
Berdasarkan catatan LBH Padang, kasus penyempitan ruang kebebasan sipil dan politik dari tahun 2020 hingga 2023 meningkat drastis.
Pada tahun 2020 hanya ada 2 kasus pelanggaran kebebasan sipil dan politik, tahun 2021 juga ada 2 kasus, tahun 2022 menurun menjadi 1 kasus dan peningkatan drastis terjadi di tahun 2023 dengan adanya 12 kasus pelanggaran hak sipil dan politik di Sumatera Barat.
Selain itu kasus kriminalisasi petani sepanjang tahun 2020-2023 juga semakin meningkat. Hal ini dikarenakan ketimpangan penguasaan lahan antara petani dan perusahaan sawit skala besar.
“Kami mencatat tahun 2020 ada 1 kasus dengan 2 orang petani menjadi korban kriminalisasi. Kemudian tahun 2021 juga tercatat 1 kasus dengan 4 orang korban, sedangkan 2022 tercatat 1 kasus kriminalisasi petani dengan korban 5 orang, kemudian pada tahun 2023 kriminaliasi petani melonjak drastis dengan 4 kasus yang membuat 20 orang petani menjadi korban. Selama 3 tahun terakhir ada 31 petani,” katanya.
Dia menjelaskan kasus-kasus adalah alarm dan pertanda ruang kebebasan sipil di Sumatera Barat terancam. Hal ini juga di sebabkan oleh banyaknya regulasi dan kebijakan bermasalah yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Kualitas Ruang Sipil Terus Memburuk
“Penyempitan ruang sipil tidak pernah berubah, bahkan cenderung memburuk. Akar masalahnya karena berbagai regulasi atau kebijakan bermasalah terus dikeluarkan dan dibiarkan oleh negara. Pada level regulasi, Omnibus law UU Cipta Kerja dan revisi UU Minerba terus menuai protes hingga hari ini, karena dianggap memfasilitasi kerusakan ruang hidup rakyat menjadi semakin luas,” katanya.
Selanjutnya dia mengatakan regulasi menjadi stimulus bagi proyek-proyek strategis nasional (PSN) dan proyek-proyek swasta yang ambisius dalam mengeruk sumber daya alam pada level kebijakan. Sementara UU ITE serta KUHP yang disahkan pada akhir tahun 2022 lalu, menjadi alat bagi negara untuk melakukan pengamanan proyek-proyek ambisius tersebut.
Dampaknya menurut Calvin banyak terjadi tindakan represif oleh aparat negara, penangkapan sewenang-wenang terhadap masyarakat sipil, dan kriminalisasi bagi pembela HAM menjadi cara untuk membungkam protes aktivis dan masyarakat sipil yang memperjuangkan tempat penghidupan mereka, dan cara-cara tersebut sudah menjadi pola untuk pembungkaman ruang gerak masyarakat sipil (Civic Space) di Sumatera Barat.” terangnya.
Dia mengatakan adanya Posko ini dapat menjadi jawaban dan jaminan terpenuhinya hak-hak sipil dan politik masyarakat.
“Harapannya dengan adanya posko bantuan hukum khusus isu kebebasan sipil dan politik ini dapat menjadi jawaban dan jaminan untuk terpenuhinya hak-hak sipil dan politik rakyat. Ruang kebebasan sipil menjadi instrumen utama dalam menunjang tanggungjawab negara dalam pemenuhan Hak Asasi Manusia. Ruang ini yang memungkinkan setiap warga negara untuk menjadi pemeran utama dan berpartisipasi aktif secara politik, ekonomi, sosial dan budaya demi mendorong terciptanya perubahan sosial yang berkeadilan untuk rakyat.
Selanjutnya alumni Universitas Bung Hatta ini juga mengimbau kepada semua pihak untuk berkomitmen penuh untuk menjamin perluasan ruang kebebesan sipil dan politik di Sumatera Barat.
“Kami mendesak semua pihak untuk berkomitmen penuh untuk menjamin perluasan ruang kebebesan sipil dan politik di Sumatera Barat. Masyarakat sipil harus tetap menjaga dan merawat partisipasi dan keterlibatannya,” katanya.
“Keterlibatan masyarakat secara kritis juga penting sebagai kontrol sosial dalam mengawasi penguasa dalam menjalankan pemerintahan agar tetap pada jalur kebaikan dan kebenaran. Dominasi narasi pembungkaman oleh buzzer dan kacung pemerintah harus tetap dilawan dengan terus menyuarakan narasi tanding yang berpihak kepada pemenuhan ruang gerak masyarakat sipil di Sumatera Barat,” tambahnya.