“Manga ko!” teriak Adrizal kala belasan orang menarik dan mengerubunginya di pelataran Masjid Raya Sumatera Barat. Sebagian di antara mereka berseragam polisi lengkap dengan baret, sisanya tanpa atribut institusinya.
Tubuh Adrizal yang kurus terlihat tak berdaya di antara aparat-aparat bertubuh tegap itu. Seorang pria dengan rambut klimis dan berkaos polo hitam tampak seperti Siampa, makhluk halus yang diyakini dalam mitos minangkabau, bentuknya tinggi besar hitam dan seringkali meneror dan menindih saat tidur atau bertemu di jalan seperti genderuwo, dalam kerumunan manusia sebab badannya yang paling tinggi dan besar.
Sosok pria itu mulanya meninju kepala Adrizal dari belakang. Namun Adrizal tidak terlihat terlalu bereaksi. Sejurus kemudian, sosok lelaki berpakaian serba hitam itu mengumpulkan tenaga sembari mengayunkan tinju menghantam kepala bagian belakang Adrizal.
Dalam olahraga tinju sekali pun, menyerang bagian kepala belakang adalah sebuah foul.
Sontak tubuh Adrizal meronta karena refleks yang ditimbulkan rasa sakit kepala bagian belakang. Ia kemudian memegangi kepalanya yang berdenyut sembari mencari-mencari pemukulnya.
Sialnya sosok bak siampa tadi keburu menghilang di antara kerumunan. Tubuh gelapnya tertutupi oleh para polisi. Adrizal terlanjur dimasukkan ke dalam mobil hitam. Namun sebuah rekaman video smartphone berhasil menangkap rangkaian kejadian itu.
Adrizal adalah pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang. Pria berkulit sawo matang itu kemudian dibawa ke Markas Polda Sumbar. Sesampainya di sana advokat lulusan Universitas Islam Negeri Imam Bonjol ini sempat mual dan muntah, menyusul rasa nyeri dan pusing di kepalanya.
Selama sekitar 20 jam ia bersama 16 rekannya harus mendekam di Polda. Mereka melawan rasa bosan dengan ngobrol dan bergurau menertawakan kemalangan yang mereka alami. Sebagian di antara mereka adalah perokok.
Untungnya salah seorang polisi berbaik hati membagikan sebungkus rokok Sampoerna untuk dihisap ramai-ramai. Kesialan mereka temui pada malam hari, kala harus berusaha tidur di dalam ruangan ber-AC terlalu dingin.
Roehana Project menemui adrizal pada Selasa 8 Agustus 2023. Dia baru saja menjalani terapi pijat di kepala dan bahunya. “Sekarang sudah mendingan rasanya,” ungkap Adrizal lesu. Kepalanya masih bengkak walau sudah berangsur membaik.
Adrizal bukanlah satu-satunya korban dalam huru-hara pada 5 Agustus 2023 itu, ketika kepolisian membubarkan massa rakyat Nagari Pigogah Patibubur, Nagari Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat yang memperjuangkan lahan mereka dari serobotan proyek strategis nasional (PSN).
Ia turut diamankan ke Markas Polda bersama 15 orang lainnya. Empat di antaranya adalah warga Air Bangis, 4 orang mahasiswa, dan 7 orang pendamping hukum.
Berdasarkan catatan yang dihimpun LBH Padang setidaknya terdapat 8 orang yang mengalami tindak kekerasan dan intimidasi. Tiga orang dilarang untuk merekam video. Salah seorang warga bahkan dirampas hp-nya hingga layar LCD-nya rusak.
Seseorang meninju wajah salah seorang staf LBH hingga kacamatanya rusak saat berada dalam mobil. Rahang kanan pemuda tersebut nyeri. Bentuk kekerasan lainnya juga ia terima hingga menimbulkan luka di perut dan lengan kiri.
Seorang warga bernama Ali mengalami bengkak dan memar di dahi, lebam di bagian pipi, serta luka-luka di bagian perut. Warga lain berinisial H mengalami luka pada pinggang, rahang kiri, serta memar di bagian kepala belakang.
Sementara seorang mahasiswa Unand sempat dicekik hingga mengalami luka pada bagian leher. “Pas kena bawa itu saya kena cekik sama kena tinju bang. Saya dapat luka ini ketika dalam mobil atau pas kena bawa ke dalam mobil, saya tidak ingat persis tapi tiba-tiba saya sadar ada luka di leher,” ungkap mahasiswa bernama Azra tersebut.
“Di dalam mobil saya marasai kena tinju sama kena hantam,” sambungnya. Hingga Roehana Project mewawancarainya pada Selasa 8 Agustus 2023, ia mengaku lukanya pada bagian leher masih terasa sakit.
Di Masjid yang merupakan rumah ibadah terbesar di Sumatera Barat itu, seorang pendamping hukum yang memakai cadar pun disuruh untuk memperlihatkan wajahnya kepada polisi.
Berdasarkan keterangan Aulia Rizal kuasa hukum 17 orang yang diamankan polisi tersebut, pihaknya telah melaporkan sebagian tindakan kekerasan oleh banyak oknum tersebut ke Polda Sumbar sebagai suatu dugaan pelanggaran prosedur.
Apa Kata Polisi?
Bertentangan dengan apa yang terjadi di lapangan, Kapolda Sumbar Irjen Pol Suharyono menyatakan pihaknya telah mengamankan kepulangan masyarakat Pigogah Nagari Air Bangis dengan “aman” dan “terkendali”, seperti terekam dalam unggahan akun Instagram @humaspoldasumbar, Sabtu 5 Agustus 2023.
Pada Senin 7 Agustus 2023 Polda Sumbar mengadakan konferensi pers di kantornya. Dalam kesempatan itu Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Pol Dwi Sulistyawan menegaskan pihaknya tidak akan menarik pasukan Brimob dari Aia Bangih.
Menurutnya keberadaan satu pleton Brimob justru diperlukan dalam mengantisipasi potensi konflik, disamping sebagai penegakkan hukum positif. Konflik yang menurutnya berpotensi muncul adalah penyimpangan kesepakatan pengelolaan lahan.
“Tuntutan masyarakat kepada Polri untuk menarik Brimob dan melepaskan dua orang tersangka warga Air Bangis tidak mungkin dipenuhi oleh Polda. Selama melanggar aturan, pasti akan kita tegakkan hukum,” sebut Dwi Sulistyawan.
Kemudian berdasarkan video rilis kepolisian yang diunggah pada 8 Agustus 2023, Polda Sumbar terlibat dalam focus group discussion ((FGD) mengenai penyelesaian sengketa Aia Bangih di Auditorium Kantor Bupati Pasaman Barat. Kegiatan itu dihadiri Gubernur Sumbar, serta Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
Irjen Pol Suharyono menyebut pihaknya akan menjamin keamanan masyarakat Aia Bangih dalam beraktivitas sehari-hari pasca dipulangkan dari Kota Padang, tempat mereka berunjuk rasa dalam sepekan kemarin.
Ia pun berjanji akan bersama-sama mencari solusi penyelesaiannya. “Permasalahan ini bukan saja terjadi dalam waktu dekat ini saja, tetapi sudah sejak lama. Sehingga masalah yang terjadi juga harus diselesaikan secara bersama-sama,” kata dia.
Data Pelanggaran HAM berupa Penyiksaan dan Undue Delay Di Sumatera Barat dari tahun 2021 sampai 2022
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mencatat sekaligus mendampingi lima kasus dugaan penyiksaan dalam proses penegakkan hukum.
Mulai dari kasus penyiksaan Viora Andika dalam kasus pencurian motor tahun 2020, dugaan penyiksaan di Agam sebanyak dua kasus, dugaan penyiksaan sampai meninggal di Agam, dugaan penyiksaan sampai meninggal di Padang Pariaman.
Selain itu LBH juga mencatat kasus Dasni yang merupakan korban dugaan penganiayaan yang dilakukan bersama-sama dan salah satunya diduga kuat anggota kepolisian di Sumatera Barat pada 2011.
Penyiksaan Viora Andika
Viora Andika adalah tersangka kasus dugaan tindak pidana curanmor yang berusia 33 tahun. Kepolisian Resor Tanah Datar menangkapnya pada 22 Desember 2020. Viora diduga jadi korban penyiksaan selama proses pemeriksaan BAP di sana. Istrinya dilarang bertemu dengan alasan covid-19. Karena terus meminta bertemu akhirnya sang istri bisa melihat Viora dari jauh dan mukanya terlihat babak belur. Bibir bengkak dan mata lebam.
Sang istri melapor ke SPKT Polda Sumbar. Naun kepolisian menganggap istrinya tak punya bukti cukup. Lantas dia lanjut lapor kejadian penyiksaan ke Bid Propam Polda Sumbar. Laporan diteruskan sampai sidang. Namun putusannya hanya sebatas komisi etik dan diputus permohonan maaf secara etik oleh majelis etik terhadap enam anggota kepolisian Tanah Datar. Hingga hari ini Propam Polda tidak mau memberikan salinan putusan etik pada korban dan pendamping.
Berdasarkan penuturan korban penyiksaan dilakukan lima orang polisi dengan alat. Ada kayu balok. Selain iitu mulut korban dilakban dan disulut dengan rokok. Korban kemudian mengeluhkan kondisi badannya yang sakit dan bentuk tulang bawah lutut sudah berubah. Selain itu sakit kepala terus menerus bahkan sampai urinnya mengeluarkan darah. Hingga saat ini korban bermasalah dengan pendengaran dan sering sakit kepala.
Dugaan Penyiksaan di Lapas Agam
SA(39) merupakan narapidana kasus pengguna narkoba yang sempat melarikan diri pada tanggal 28 Agustus 2021 dengan cara memanjat pagar. 9 Januari 2022 sekitar pukul 01.30 WIB, korban ditangkap di Kecamatan Tanjung Mutiara oleh pihak Kepolisian Resort Agam dan dibawa ke RSUD Lubuk Basung karena mengalami luka tembak dibagian betis. Padahal dalam video penangkapan yang beredar, korban tidak melakukan perlawanan apa-apa dan tidak ada luka tembak yang divideokan. Sekitar pukul 03.30 WIB, setelah menjadi perawatan Syafrizal diserahkan ke Lapas Lubuk Basung dan dimasukan ke dalam sel pengasingan.
Keesokan harinya, 10 Januari 2022 korban dikabarkan meninggal dunia dengan posisi leher terikat dengan tali rafia warna merah di selnya, namun kaki terjulur ke lantai dalam posisi duduk. Sewaktu menyerahkan jasad korban, keluarga diminta untuk menandatangani surat berupa: surat penerimaan jenazah, surat tidak menuntut, tidak akan melakukan visum ataupun autopsi.
Dalam proses penyelenggaran jenazah keluarga menemukan kejanggalan seperti adanya luka robek bagian dahi, adanya jahitan di kepala, adanya luka memar bagian tangan kiri, dan telinga mengeluarkan darah. Saat ini sudah dilakukan serangkaian proses hukum namun proses tidak berjalan lancar. Kepolisian bersikukuh korban bunuh diri namun tidak pernah melakukan otopsi oleh dokter forensik. Pendamping mendorong dilakukan autopsi.
Dugaan penyiksaan yang mengakibatkan kematian di Agam (Ekstrajudicial Killing)
GA (34 tahun) merupakan tersangka tindak pidana eksploitasi seksual terhadap anak. GA di tangkap sekira pukul 15.00 WIB di pondok tempat dia bekerja oleh Kepolisian Resor Agam pada tanggal 09 maret 2022.
proses penangkapan keluarga tidak mengetahui. Kemudian keluarga 20.00 WIB keluarga diminta ke RSUD Lubuk Basung dan sesampainya disana pihak rumah sakit mengatakan korban udah dirujuk ke rumah sakit M Djamil yang ada di Padang dan menghembuskan nafas terakhir.
Sesampainya jenazah dirumah keluarga menemukan kejanggalan pada tubuh korban berupa seperti: luka dan lebam dibagian kepala dan wajah, pergelangan tangan diduga patah, pendarahan di telinga dan luka memar di bagian kepala. Tim investigasi LBH Padang, menemukan batu bercak-bercak darah di lokasi kejadian.
Polisi mengatakan korban melawan saat terjadi penangkapan dengan menyerang kepolisian. Saat ini kasus ini sudah ditangani oleh Kepolisian Daerah Sumatera Barat.
Dugaan penyiksaan yang mengakibatkan kematian di Padang Pariaman
Y (38) merupakan tersangka penyalahgunaan Narkotika. Korban ditangkap didepan rumah orang tuanya sekira pukul 19.00 WIB. Sekira pukul 22.00 WIB korban dibawa oleh kepolisian resor Padang Pariaman dengan keadaan yang sehat. Namun keesokan harinya, keluarga mendapat kabar dari tetangga yang berobat kerumah sakit mengatakan korban meninggal dunia.
Sewaktu keluarga melihat jenazah korban ditemukan kejanggalan seperti : mata lebam, kepala luka sebelah kiri, kepala belakang memar, pelipis atas robek, banyak luka pada kaki, hidung mengeluarkan darah, adanya luka robek di telinga.
Saat ini sudah dilaporkan kepada Kepolisian Resor Padang Pariaman hanya saja masih sampai proses penyelidikan dan sudah dilakukan proses gelar perkara.
Dalam kasus ini LBH Padang melakukan pencabutan kuasa karena di dalam proses penegakan hukum terjadinya perdamaian antara keluarga dengan Kepolisian Resor Padang Padang Pariaman dengan kewajiban membayar uang 20.000.000 juta dan ditanggung bulanan 6.000.000 juta perbulannya selama 17 tahun bagi terduga pelaku penyiksaan. Kasus ini dicabut kuasanya kepada LBH Padang dikarenakan adanya sebuah perdamaian.
Pelanggaran HAM
Bukan hanya berbicara konteks penyiksaan, ada juga kasus kasus dugaan pelanggaran HAM berupa tidak mendapat keadilan dan kepastian hukum yang sedang didampingi LBH Padang seperti kasus Dasni.
Dasni merupakan Korban dugaan penganiayaan yang dilakukan secara bersama-sama dan salah satunya diduga kuat merupakan anggota Kepolisian yang berdinas di Kepolisian Daerah Sumatera Barat yang terjadi di tahun 2011.
Penganiayaan ini awal mulanya dipicu karena konflik kepemilikan tanah dan juga adanya kegiatan pengangkutan material dari sungai yang melewati rumah Dasni yang dilakukan oleh terlapor sehingga membuat pekarangan Dasni rusak. Atas situasi tersebut terjadi perselisihan yang mengakibatkan pertengkaran.
Pada kasus ini sebenarnya Dasni melakukan pelaporan kepada Kepolisian Sektor Nanggalo dengan ada dua laporan Polisi yaitu Laporan Polisi Nomor: LP/172/K/VI/2011/Sektor tanggal 15 Juni 2011 yang merupakan penganiayaan ringan dan Nomor: LP/178/K/VI/2011/ Sektor tanggal 19 Juni 2011 atas dugaan penganiayaan yang mengakibatkan Dasni harus dirawat di RSUD Rasyidin Padang sekira 15 hari dikarenakan adanya luka dibagian kepala.
Terhadap dua laporan di atas terdapat mekanisme yang berbeda atas laporan dengan Laporan Polisi Nomor: LP/172/K/VI/2011/Sektor tanggal 15 Juni 2011 menurut keterangan penyidik sudah selesai dengan perdamaian antara kedua belah pihak dikarenakan antara pelapor dengan terlapor masih sepasukuan dan juga merupakan hanya penganiayaan ringan. Dan atas laporan Polisi Nomor: 178/K/VI/2011/Sektor tanggal 19 Juni 2011 berdasarkan keterangan saksi dan pelapor telah dilaksanakan proses BAP di Polsek Nanggalo dan Visum di Rumah Sakit Bhayangkara.
Dikarenakan belum adanya keadilan dan kepastian hukum, tahun 2017 Dasni mengadukan kasusnya ini kepada LBH Padang dan setelah kasus ini di terima maka, tim dari LBH Padang melakukan proses advokasi baik pendampingan maupun pelaporan kepada instansi pihak yang berwenang seperti Komnas HAM RI Perwakilan Sumatera Barat, Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat, Bidang Pengamanan dan Profesi Kepolisian Daerah Sumatera Barat, Itwasda Kepolisian Daerah Sumatera Barat dan Lembaga lainnya.
Atas ketidakprofesionalan, proporsional dan prosedural dalam proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Polsek Nanggalo sudah dilaporkan ke Bidang Propam Polda Sumbar dan sudah dilakukan sidang Komisi Etik dan terbukti adanya pelanggaran etiknya sehingga sudah dijatuhi sanksi etik.
Dengan berbagai macam desakan dan pengaduan yang dilakukan oleh LBH Padang sehingga keluarlah surat dari Kepala Kopolisian Daerah Sumatera Barat dengan Surat Nomor: R/ 380/VI/WAS.2.4./2021/Itwasda tanggal 23 Juni 2021 yang pada pokoknya memerintahkan Kepala Kepolisian Resor Kota Padang untuk segera menuntaskan dan memberikan kepastian hukum kepada pelapor.
Berdasarkan surat inilah kami menyurati serta mendesak Kepala Kepolisian Resor Kota Padang untuk memberikan kepastian hukum dengan mengiriman beberapa surat serta melakukan audiensi.
Hanya saja semua surat tidak pernah ditanggapi oleh Kepolisian Resor Kota Padang sehingga pada akhirnya melalui Kepolisian Daerah Sumatera mnyatakan dalam surat nomor: R/836/XII/WAS.2.4./2021/Itwasda tanggal 10 Desember 2021 yang pada intinya mengatakan bahwa perkara yang dilaporkan Dasni dengan Laporan Polisi Nomor: LP/178/K/VI/2011/Sektor tanggal 19 Juni 2011 tidak bisa ditindaklanjuti.
Alasannya karena berkas perkara tidak ditemukan. Selin itu alasannya karena penyidik yang memegang perkara Bernama AIPTU Hasrinur selaku Kanit Reskrim Kepolisian Sektor Nanggalo telah meninggal dunia sedangkan berkas perkara tidak ada diserahkan kepada Kanit Reskrim Berikutnya.
Hak-Hak Warga Negara
Sumatera Barat mengalami begitu banyak permasalahan pelanggaran HAM yang terjadi yang diduga dilakukan oleh para penegak hukum dengan cara melanggar hukum. Dalam rentetan 2021 sampai 2022 Sumatera Barat di cederai dengan banyaknya kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM.
LBH Padang sendiri sedang mendampingi 5 kasus dugaan penyiksaan dalam proses penegakan hukum. Padahal sudah sangat jelas hak untuk tidak disiksa merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi oleh siapapun dan dalam kondisi apapun (non-derogable rights), yang telah tegas diatur oleh berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia. Kendatipun setiap tersangka diduga kuat telah melakukan tindak pidana, semestinya dilakukan penegakan hukum sebagaimana yang telah diatur oleh ketentuan hukum (acara) pidana yang berlaku.
Hak atas peradilan yang adil, khususnya hak untuk tidak disiksa sesungguhnya telah diatur dan dijamin oleh banyak regulasi di Indonesia.
Diantaranya terdapat dalam Pasal 28 I Undang Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa: setiap orang berhak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
Kemudian, Pasal 4 Undang -Undang Nomor 39 tahun 1999 menyebutkan bahwa Hak Untuk Hidup, Hak Untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran, dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak atas tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
Tak hanya itu, konteks penyiksaan juga diatur oleh UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Tortureand Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia).
Kemudian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) juga secara tegas mengatur bahwa tidak seorang pun boleh dikenai siksaan.
Penulis: Daffa Benny, Jaka HB
Editor: Jaka HB