Seekor Harimau Sumatera (panthera tigris sumatrae) berjenis kelamin betina tewas terkena jerat babi hutan di Kecamatan Palembayan, Kecamatan Agam, Sumatera Barat pada Kamis (25/7) lalu.
Hal tersebut diketahui setelah sekitar pukul 15.30 hari itu Wali Nagari Sungai Pua melaporkan warganya melihat si belang terjerat tak jauh dari lokasi sawah. Tim WRU Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Sumbar langsung berkoordinasi dengan Polsek Palembayan, TMSBK, aparat kecamatan untuk evakuasi.
Sayangnya saat tim sampai di lokasi yang berstatus APL (Area Penggunaan Lain) ini, harimau betina ini tak lagi bernyawa. Mereka melihat kawat, yang menurut warga itu adalah jerat babi hutan, melilit di leher harimau. Hasil nekropsi Rumah Sakit Hewan Sumbar mencatat si betina mati karena trakhea pecah, fraktur pada tulang leher dan mengakibatkan gagal napas akibat jerat tersebut. Mereka memperkirakan usia harimau ini dua sampai tiga tahun dan belum pernah melahirkan.
Sebelumnya diketahui harimau ini sudah dipantau oleh BKSDA Sumbar sejak Maret 2024. Bahkan tim WRU SKW I sudah memasang kandang jebak sebanyak 3 unit, karena konflik satwa. Kondisinya harimau ini sudah pernah terkena jerat dan kaki kiri depan-nya buntung.
Lugi mengakui yang menjadi kendala jerat di luar kawasan hutan konservasi dan di luar kewenangan BKSDA, perlu dukungan dan kesadaran masyarakat. “Karena sangat luas area dan jangkauannya, kita menghimbau kepada masyarakat agar tidak memasang jerat, karena membahayakan satwa liar lainnya. Biasanya kami imbau dan melakukan edukasi ke masyarakat,” katanya pada Senin (29/7/2024).
Konflik Harimau Manusia dan Deforestasi Terus Terjadi
Konflik harimau Sumatera dan manusia di Sumatera terus terjadi. Lugi Hartanto selaku kepala BKSDA Sumbar mengatakan tiga tahun belakangan konflik selalu ada.
“Yang jadi kendala jerat di luar kawasan hutan konservasi ini yg perlu dukungan dan kesadaran masyarakat, karena sangat luas area dan jangkauannya. Kita mengimbau kepada masyarakat agar tidak memasang jerat karena membahayakan satwa liar lainnya. Itu biasanya uang kami himbau dan edukasi masyarakat,” Lugi Hartanto Kepala BKSDA Sumbar.
Dia menyebutkan jumlah kasus konflik tiga tahun terakhir. Pada 2022 ada 33 penyelamatan dan konflik satwa harimau Sumatera.
“Mayoritas ada di Agam, ada 10 kali, Kabupaten Solok 8 kali dan Kabupaten Pasaman 6 kali,” katanya, pada Senin (29/7/2024).
Pada 2023 mereka mencatat ada 34 kejadian. Mayoritas di Kabupaten Pasaman 18 kali, Kabupate Agam, Solok Selatan dan Kab Solok masing 4 kali.
Tahun 2024 sampai Juli sudah ada 21 kejadian, terbanyak di Kabupaten Pasaman 6 kali, Agam 5 kali dan Pessel dan Solok masing-masing 3 kali.
Sementara menurut data Dinas Kehutanan Sumatera Barat tutupan hutan terus berkurang sejak 2017. Dinas Kehutanan Sumatera Barat menyebutkan, pada 2017, laju kerusakan rata-rata sekitar 14.652 hektar.
Pada 2018, turun jadi 11.979 hektar. Kemudian, 2019 naik lagi jadi 13.132 hektar.
Tahun 2020, ada 12.790 hektar hutan hilang. Sementaea 2021 sebesar 12.037 hektar