Oleh: Jaka HB
Bulan baru saja masuk Sekolah Menengah Atas. Rok birunya sudah berganti jadi abu-abu. Namun perasaan marahnya tidak berubah sejak dua tahun belakangan. Dia menyadari lebih mudah tersinggung dan marah di sekolah. Namun perlahan dirinya dapat mengontrolnya.
Dia berlari, berenang dan terus bergerak. Dia ingin jadi polisi, meskipun kasus yang membuatnya marah masih menggantung di kantor polisi. Sebuah kejadian pemerkosaan di angkutan umum di Kota Padang itu membekas dan sering membuatnya menangis.
Jadi Pendiam
Ibu melihat Bulan mendadak jadi pendiam. Sesekali menangis sendiri dan jadi sensitif. Selain itu beberapa kali dia hamir bertengkar dengan teman sekolahnya. Bulan tiba-tiba jadi orang yang pemarah. Sebab ada rasa aneh yang dipendamnya. Perasaan marah, sedih dan bingung yang entah mau diapakannya.
Semua bermula pada Juni 2021 siang. Kejadiannya begitu cepat. Saat Bulan baru pulang sekolah dengan seragam putih birunya dan kemudian naik angkot milik tetangganya dan supirnya juga tetangganya.
Tetangganya ini yang kemudian melancarkan pencabulan setelah semua penumpang turun.
Awalnya pelaku mengajak korban ke sebuah perkemahan di Indarung dengan alasan ke tempat keluarganya. Namun sesampainya di sana pelaku langsung membawa korban ke belakang angkot dan membuka paksa pakaian korban dan langsung menyetubuhi korban.
Selanjutnya ayah Bulan sempat pula menyuruh mengantarkan arisan ke rumah mantan supir angkotnya itu. Saat ke rumahnya keluarga pelaku menyuruhnya masuk. Suasana rumah itu ramai ada supir-supir angkot lainnya. Tiba-tiba pelaku muncul hanya menggunakan celana dalam. Menarik paksa Bulan masuk ke kamarnya.
Kejadian itu kemudian diketahui oleh istri, anak dan ibu dari pelaku. Bulan kemudian malah mendapat perlakuan kasar secara fisik dan verbal. Keluarga pelaku mengancam akan memburuk-burukkan namanya secara sosial dan digital.
Bulan lantas tidak langsung pulang. Dia mampir ke rumah temannya dengan perasaan takut luar biasa. Dia terus menerus mendapat ancaman dari ibu pelaku. Perasaan takut itu mengendap lama dan membuat kecemasan seperti dosis obat yang berlebih untuk Bulan.
Selama seminggu Bulan murung. Ayahnya menangkap kemurungan anak perempuannya ini. Selama seminggu ditanya tidak mau jawab yang sebenarnya. Dia kemudian mendengar kabar dari tetangga lantas melaporkan hal itu ke babinsa. Babinsa kemudian mencoba memediasi dua keluarga ini.
Ayah merasa proses hukumnya begitu lama, lantas dia langsung melapor ke Polsek Lubuk Kilangan. Namun dia malah dituduh mau mengeroyok pelaku. Padahal menurut Ayah tidak ada niat seperti itu. Dia ingin polisi menangkap pelaku.
Lantas Ayah bulan melaporkan kejadian ini ke Polsek Lubuk Kilangan, namun hasilnya nihil. Si babinsa malah melaporkan ayah Bulan dengan tuduhan pengeroyokan. Lelaki yang rambutnya sudah tumbuh uban-uban jarang ini tak habis akal. Dia melapor ke banyak pihak hingga akhirnya ke Polda Sumbar dan Komnas HAM wilayah Sumbar.
Komnas HAM menyurati banyak pihak. Mereka juga mengirim surat itu ke rumah pelaku. Rumah yang sering sekali dia lewati.
Sementara itu Polda Sumbar berinisiatif menggunakan korban sebagai pancingan. Mereka menyuruh korban menelpon pelaku agar ketahuan posisinya di mana. Bulan mau saja karena dia begitu marah pada pria mesum itu.
“Kalau ketemu ingin aku pukul,” katanya kemudian menerawang.
Namun upaya itu sia-sia. Mereka mencari pelaku sampai Sijunjung dan pelaku lepas juga.
Setelah itu tak ada lagi lanjutan.
Pelaku Masih DPO
Jurnalis kami Afdal sempat mendatangi Polda Sumbar dan menanyakan soal keberlanjutan kasus ini.
“Saat ini pelaku masih DPO,” kata Humas Polda Sumbar Dwi. Dia mengirim dokumen scan Daftar Pencarian Orang dengan nomor DPO/10/IX/2021/Ditreskrimum.
Saat kami bertanya tentang mengapa mereka menjadikan korban sebagai pancingan ke pelaku Dwi tak menanggapi.
Dalam keterangan DPO itu pelaku melanggar pasal 81 Jo pasal 76 D dan atau pasal 82 Jo Pasal 76E Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentatang perlindungan anak.
Ayah Bulan mengaku bingung dengan kasus anaknya yang tak selesai-selesai ini.
“Kami tahu kemana pelaku. Tapi tidak pernah ada kelanjutannya,” kata Ayah.
WCC Nurani Perempuan mengatakan polisi tidak mempermudah penyelesaian kasus dan mengkritik aparat yang menjadikan Bulan sebagai pemancing pelaku untuk bertemu. “Waktu itu pernah sampai ke Sijunjung. Tapi tidak tertangkap,” kata Merry selaku ketua WCC Nurani Perempuan.
Ayah bersama ibu korban serta korban sempat pula melapor ke Kantor Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Barat bagian Hak Asasi Manusia. Mereka menyurati Polda Sumbar terkait kasusnya.
Hingga hari ini keluarga Bulan harus tetap melanjutkan kehidupan mereka dengan perasaan marah yang mengganjal setiap hari. Melewati rumah pelaku setiap hari.
Ayah sempat membuat video satire dengan berbaju pocong dan foto pelaku di dadanya. Namun itu tidak viral dan tidak berpengaruh. Dia bertanya apa karena mereka orang susah maka hukum tak berpihak pada mereka.
“Apa karena kita orang susah kasus kita jadi nggak diurus?” keluhnya pada Roehana Project sembari tersenyum. Matanya hanya nampak cahaya putih.
Senyumnya mengarah ke mana pun sembari mengeluh tentang kondisi anaknya kini. Rasa marahnya juga meluap ketika mengetahui anaknya kena bully dan ancaman di sosial media. Dia juga melaporkan itu. Namun tak ada tanggapan.
Perasaan mereka satu keluarga digantung oleh ketidakpastian hukum.
Laporan ini merupakan seri liputan #KekerasanSeksualSumateraBarat
*Bulan bukan nama sebenarnya
Reporter: Jaka HB dan Afdal
BACA JUGA: [EDITORIAL] PEMERINTAH SUMATERA BARAT TAK BERPIHAK PADA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL
BACA JUGA: KARTU MERAH BAGI PENGADILAN NEGERI PADANG