Nandito Putra
3 April 2023
Semangat berbagi itu jamak di kawasan komplek perumahan kelas menengah atas. Cukup disayangkan sumbangan ini tidak terserap dengan baik oleh jamaah. Banyak yang bersisa dan berujung kepada mubazir. Hal itu saya ketahui setelah mengunjungi beberapa tempat ibadah yang ada di Padang.
Cuaca panas berdengkang menamani puasa saya pada sebuah sore di masjid yang tak jauh dari Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Kota Padang. Usai salat ashar mata saya tertuju ke meja penuh makanan dan minuman dingin.
Jam menunjukkan pukul setengah enam. Seorang pria paruh baya turun dari tangga dekat meja itu. Dia menawarkan berbuka di sana saja. “Setiap hari di bulan puasa ada donatur yang sediakan makanan untuk jamaah,” katanya.
Itu adalah momen pertama saya memulai petualangan ini. Hari-hari berikutnya saya selalu datang ke sana untuk berbuka gratis. Tetapi lama kelamaan takjil yang tersedia di sana tak sebanding dengan jumlah “tamu”. Saya rasa mereka adalah mahasiswa-mahasiswa bernasib sama dengan saya.
Sejak itulah saya berpindah-pindah masjid dengan salah seorang kawan dengan sepeda motor yang mengkhawatirkan. Sistem pengeremannya hampir menyerupai lokomotif. Tidak bisa ingin berhenti, injak rem lalu kelar. Saya harus menginjak rem pada jarak 50 meter sebelum menentukan titik perhentian. Di situlah saya menyadari kenapa kawan saya, si empunya motor, tak pernah mengendarai sepeda motor supra KW pabrikan Cina itu dengan kecepatan melebihi 30 km/jam.
Menggunakan motor itu mula-mula kami mendatangi yang masih dalam radius 5 km dari kampus UIN Imam Bonjol. Tetap tak banyak pilihan menu berbuka.
Memasuki pertengahan minggu kedua bulan puasa, kami mulai menjejali masjid-masjid di perumahan kelas menengah di Alai Parak Kopi. Kawasan ini menyediakan banyak ragam makanan. Rata-rata mereka menyediakan minuman dingin, aneka gorengan dan terkadang juga nasi kotak. Kadang kala takjil banyak bersisa. Tidak jarang si garin, yang ternyata juga mahasiswa UIN, berbaik hati membungkus makanan untuk kami bawa pulang.
Hari-hari berikutnya kami tiba di bilangan Kubu Dalam Parak Karakah. Masih di kawasan komplek, kami mendapati menu berbuka puasa yang memuaskan. Abang garin, lagi-lagi mahasiswa UIN, bahkan menawari kami untuk makan bersama. Tawaran yang tak mungkin kami tolak. Ikatan almamater sangat membantu.
Kami kemudian menyambangi perumahan orang kaya bilangan Lolong Belanti. Saya pernah melewati beberapa masjid yang cukup bagus di situ. Walaupun takjil yang disediakan hampir sama—seperti kurma, semangka, gorengan, teh manis atau sirup—dengan beberapa masjid sebelumnya. Tetapi di sinilah saya mendapati menu berbuka nasi bungkus dengan logo salah satu rumah makan ternama di Kota Padang; Lamun Ombak. Garinnya bilang Ada 20 kotak nasi dari donatur saban hari selama bulan ramadan.
“Kalau sore-sore lewat sini, mampirlah. Nanti untuk berbuka puasa jangan khawatir,” kata garin baik hati itu kepada kami sembari menenteng dua kresek masing-masing berisi satu nasi kotak tersisa untuk dibawa pulang.
Semangat berbagi itu jamak dijumpai di kawasan komplek perumahan kelas menengah atas. Cukup disayangkan sumbangan ini tidak terserap dengan baik oleh jamaah. Banyak yang bersisa dan berujung kepada mubazir. Hal itu saya ketahui setelah mengunjungi beberapa tempat ibadah yang ada di Padang.
Pada situasi inilah kaum mahasiswa dompet tipis bisa mengambil peran. Selagi ada kesempatan berhemat di tengah kiriman yang tak seberapa, terlebih di bulan puasa, tidak ada salahnya kamu bergerilya dari satu masjid ke masjid lainnya selama bulan suci ini.
..
Itulah secuil pengalaman pribadi saya dalam “perburuan” takjil dalam mengakali agar bisa berbuka puasa di tengah keuangan yang seret.
..
Cerita dalam tulisan ini adalah pengalaman pribadi saya dalam mengakali kemiskinan dan kemelaratan, agar tetap bisa makan enak saat berbuka puasa di bulan Ramadan. Studi kasus dalam tulisan ini mengambil lokasi Kota Padang dalam rentang waktu bulan Ramadan 2021. Ada 15 masjid dan tiga kecamatan menjadi sampel.
Saya melakukan pemilihan sampel secara acak (mana suka) dengan tetap memerhatikan pola keruangan kota. Dari 15 lokasi yang saya telaah menggunakan pisau analisis sosio-ekonomi, hampir 90 persen lokasi yang saya datangi menyediakan beragam jenis takjil, dan beberapa di antaranya bahkan ada nasi kotak bagi siapa yang beruntung.
Tidak semua masjid yang saya kunjungi akan saya ceritakan. Saya akan memberi panduan agar kamu selamat sampai tujuan dan niat yang diusung dari awal bisa terwujud: berbuka puasa gratis!
Berikut kiat-kiat yang bisa kamu lakukan selama menggelar operasi berburu takjil. Kemungkinan kondisi di lapangan bisa saja berbeda, tergantung masjid yang kamu datangi.
Saya menyarankan agar kamu menggelar operasi ini tidak sendirian. Ajaklah salah seorang kawan yang kondisi keuangannya kurang lebih sama sepertimu.
- Jangan berharap pada masjid kawasan kampus.
Alasannya sederhana saja. Di masjid yang berada di kawasan kampus sainganmu akan sangat banyak, mulai dari mahasiswa, abang-abang ojol, dan para bocah yang jumlahnya bejibun. Kemungkinan kamu bisa bergerak leluasa dari satu takjil ke takjil lain sangat tipis.
- Pilihlah lokasi kawasan perumahan.
Kamu bisa mengunjungi masjid atau musala yang terletak di kawasan perumahan kelas menengah ke atas. Cara menentukannya mudah saja. Kamu tinggal memerhatikan dimana lokasi perumahan itu berada. Untuk kasus seperti Kota Padang, ada dua teori yang saya gunakan.
Pertama perumahan yang berada di dekat pusat kota, seperti di Jati, Sawahan, Lolong Belanti, Rimbo Kaluang, Padang Pasir dan seterusnya.
Kedua adalah kawasan perumahan yang berada jauh dari pusat kota. Pengalaman saya adalah perumahan yang ada di Kecamatan Lubuk Begalung dan Kuranji.
Beberapa rumah ibadah di kawasan yang saya maksud di atas, biasanya tidak pernah absen dari para dermawan yang menyumbang ragam jenis makanan untuk para jamaah.
Biasanya ciri-ciri perumahan kelas menengah ini terlihat dari arsitektur bangunan yang modern, banyak rumah dengan pagar tinggi dan jalan yang mulus.
- Masjid besar dan berada di pinggir jalan.
Cara lainnya yang cukup mudah untuk mencari masjid yang menyediakan takjil adalah yang berada di pinggir jalan arteri atau jalan utama yang saling menautkan setiap sudut kota.
Tetapi ada beberapa pengecualian. Bila mendatangi yang ikonik seperti Masjid Raya Sumbar, Al-Hakim, Baiturrahmah, Rahmatan Lil Alamin (kampus UPI YPTK) dan semacamnya akan terlalu ramai. Kemungkinan peluangmu kecil. Kamu harus datang awal-awal bila ingin beruntung.
- Ada meja di teras
Ini adalah cara mengidentifikasi paling mudah. Kamu bisa menentukan apakah sebuah masjid menyediakan takjil dari meja yang diletakkan di bagian teras. Datanglah setengah jam sebelum waktu berbuka. Biasanya terdapat ragam jenis makanan dan minuman yang masih belum banyak orang mengambil.
Mumpung saat ini baru pekan-pekan awal bulan Ramadan, apakah kamu tertarik mencobanya, sobat misqueen?
Traktir Penulis
Jika tertarik membaca karya penulis ini dan ingin memberikannya dukungan.
Silahkan klik tautan dibawah ini agar penulis lebih bersemangat dan produktif.
Click Here