PLTU Ancaman Kesehatan dan Lingkungan, Indonesia Belum Merdeka dari Batubara

Memperingati HUT RI ke-79, Roehana Project dan Trend Asia mengajak masyarakat sipil untuk lebih kritis atas dampak energi kotor, khususnya industri batubara, terhadap lingkungan.

 

Roehana Project dan Trend Asia ingin membangkitkankesadaran akan urgensi segera melepas ketergantungan atas energi kotor batubara dan beralih ke energi yang lebih bersih dan terbarukan melalui diskusi publik, pameran foto, dan nonton bareng film dokumenter Baradwipa.

 

Roehana Project dan Trend Asia memulai Diskusi Publik “Tiada Kemerdekaan di Udara Tercemar” dengan memutaran film “Baradwipa” pada Senin (19/9).

 

Jejaring Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) bersama Watchdoc memproduksi film tersebut. Film ini menyorot dampak nyata yang masyarakat di Pulau Sumatera alami akibat pengembangan industri batubara, sekaligus mengarisbawahi betapa mendesaknya kebutuhan untuk beralih dari energi fosil.

 

 “Kami melihatbahwa eskalasi kerusakan lingkungan terjadi lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan kesadaran kita untuk menyelamatkannya. Aktivitas industri batubara menyebabkan percepatan kerusakan itu,” ujar Jaka HB dari Roehana Project.”

“PLTU di seluruh Indonesia menjadi sumber polusi yang mengancam kesehatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh lingkungan, tetapi juga oleh generasi mendatang,” tambah Novita Indri, Juru Kampanye dari Trend Asia.

 

PLTU Ombilin Membuat Sakit Anak-Anak

 

Sedangkan Diki Rafiqi selaku Koordinator Advokasi LBH Padang, menyorot PLTU Sawahlunto di Sumatera Barat yang menyebabkan masalah kesehatan, khususnya terkait pernapasan.

 

“Di Sawahlunto, salah satu lokasi terdampak, skala kerusakan mungkin tidak besar, tetapi dampaknya sangat signifikan bagi masyarakat. Hasil pemeriksaan medis tahun 2017-2018 menunjukkan peningkatan penyakit paru-paru di kalangan penduduk yang tinggal di sekitar PLTU,” katanya.

 

Karena itu, ada urgensi besar untuk penanganan masalah kesehatan yang terkait dengan aktivitas PLTU di Sawahlunto. Menurut Diki pencemaran udara akibat asap dan debu PLTU yang beroperasi di Sumatera berdampak besar terhadap masyarakat, seperti tingginya angka ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), mengakibatkan perubahan ekonomi sebab nelayan yang melaut semakin jauh, sehingga ada pengeluaran lebih untuk melaut bahkan pengobatan penyakit pernapasan.

 

Pemberitaan Mendalam Soal Lingkungan Masih Sedikit

 

Meski demikian, Novia Harlina dari AJI Padang mengatakan, jurnalis mengahadapi banyak untuk memberitakan polemik dalam masyarakat, seperti dampak kehadiran PLTU batubara terhadap kerusakan lingkungan.

 

“Tak banyak jurnalis yang mendapatkan dukungan dari redaksi untuk meliput masalah lingkungan. Padahal, peran media sangat penting dalam mengungkap fakta-fakta terkait dampak energi kotor,” kata Novia.

 

Diskusi publik tersebut merupakan bagian dari serangkaian kegiatan kampanye “Merdeka dari Batubara” yang bertujuan untuk mengingatkan tak ada kemerdekaan di udara yang tercemar. Pada Minggu, (18/8) Roehana Project dan Trend Asia mengibarkan banner yang menyoroti dampak buruk dari aktivitas PLTU batubara di Sumatera Barat. 

 

Pengibaran banner dengan menggunakan paramotor di langit Kota Padang melewati tiga lokasi. Mulai dari lokasi dekat PLTU Teluk Sirih, Pantai Air Manis yang menurut Jaka HB mewakili persoalan kedurhakaan manusia pada alam dan kawasan Pantai Padang, sebagai ibu kota Sumatera Barat.

 

“Apakah kita sudah benar-benar merdeka? Kalau kita sudah merdeka mengapa kita masih menghirup udara kotor yang akan merusak paru-paru kita sendiri?” kata Jaka. 

 

 

 

Disclaimer foto Paramotor: Para penerbang paramotor tidak terlibat dalam perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia yang diinisiasi oleh Roehana Project dan Trend Asia di Padang, pada 18 Agustus lalu.

 

Dukung kami untuk menghadirkan cerita, dan liputan yang mendalam terkait yang terpinggirkan.

 

Silahkan klik tautan dibawah ini.